TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Indonesia Coruuption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo meyakini Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Adnan memilai pimpinan KPK tidak tegas.
Ia menilai dari adanya TWK untuk para pegawai, sehingga 75 pegawai KPK tidak lolos dalam tes tersebut.
TWK dalam rangka alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN)
"Pimpinan KPK tidak tegas, padahal dalam Undang-Undang itu, leadership kolektif kolegial pengambil keputusannya. Kalau ini yang mau cuma pak Firli, yang empat menolak sebenarnya selesai. Terus akan diproses mekanisme yang ada langsung dialihkan sebagai PNS," ujar Adnan saat berbicara di diskusi Polemik Trijaya "Dramaturgi KPK", Sabtu (8/5/2021).
Seharusnya, kata Adnan, kalaupun ada tes untuk alih status pegawai KPK menjadi ASN, tes itu diukur dengan capaian-capaian kinerja mereka selama ini.
"Kalau mengukurnya dengan tes yang sekarang saya yakin pak Firli tidak akan lolos itu. Karena pak Firli pernah melanggar kode etik di KPK. Nah sekarang malah dia yang menjadi orang yang menentukan bagi mereka yang sebenarnya punya integritas lebih tinggi," tutur Adnan.
Baca juga: Abraham Samad Curiga Ada Skenario di Balik TWK yang Membuat 75 Pegawai KPK Tak Lolos
Menurutnya, apa yang terjadi di KPK saat ini adalah upaya membuat KPK benar-benar hancur lebur maka upaya-upaya itu dilakukan meskipun tidak masuk akal dan banyak pelanggaran.
"Saya menyebutnya tes abal-abal saja karena kalau kita sebut TWK akan mengurangi spirit tujuan dari TWK sebenarnya," ujarnya.
Sebelumnya asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi ASN masih menjadi sorotan publik.
Dalam asesmen TWK ini, KPK diketahui bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Adapun BKN melibatkan lima instansi dalam pelaksanaan tes.
Yakni Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Pusat Intelijen TNI Angkatan Darat, Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
75 pegawai KPK dinyatakan tak lolos dalam TWK yang merupakan bagian dari alih status menjadi ASN. Alih status ini konsekuensi dari Undang-undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terbaru.
Terkait UU KPK
Adnan mengatakan situasi KPK sekarang tidak lepas dari situasi-situasi sebelumnya, yakni ketika UU KPK yang baru disahkan.
"Sehingga tes yang kemarin dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan menurut kita tak masuk akal dan melecehkan atau tak relevan, sebenarnya ujung dari semua proses ini untuk kemudian menyingkirkan 75 orang yang selama ini radikal," tambahnya.
Adnan sendiri setuju soal istilah radikal disematkan kepada 75 pegawai KPK, tetapi radikal dalam pengertian pemberantasan korupsi.
"Sehingga sangat tidak disukai oleh siapa pun yang melakukan korupsi, dan ini menunjukkan dan mencerminkan bahwa arah politik pemberantasan korupsi juga sedang tidak baik-baik saja," katanya
"Karena justru orang-orang yang selama ini punya kepedulian, bahkan berkorban termasuk Bang Novel harus kehilangan matanya, untuk menjaga anggaran negara kita dan pajak kita dari praktik korupsi, justri mau disingkirkan," tambah Adnan.
Adnan menyinggung bagaimana Indeks Persepsi Korupsi yang anjlok ketika UU KPK yang baru disahkan.
"Nah kalau ini terus terjadi dan bergulir, saya kira memang pada intinya KPK tidak dikehendaki dan tidak diharapkan dalam konteks politik pemberantasan korupsi hari ini. Sehingga harus dihilangkan satu per satu pilarnya," katanya.
Salah satu pilarnya yang disinggung Adnan yakni bagaimana pegawai KPK yang hendak menjadi ASN dihalang-halangi sedemikian rupa.
"Ini bukan bicara soal merekrut calon ASN, ini yang saya lihat sepertinya ada akal-akalan atau upaya untuk menyaring mereka-mereka yang tidak bisa kooperatif dengan pimpinan KPK hari ini, terutama Ketua KPK," pungkasnya.
Kecurigaan Abraham Samad
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011-2015 Abraham Samad menaruh curiga ada skenario di balik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang membuat 75 pegawai lembaga antirasuah tersebut tak lolos.
"Menurut saya ada semacam tujuan untuk screening pegawai KPK itu, agar yang bisa diharapkan nanti di dalam KPK adalah orang yang bisa dianggap tidak membahayakan pemberantasan korupsi," kata Samad dalam diskusi Polemik Trijaya Dramaturgi KPK, Sabtu (8/5/2021).
Ketika dirinya menjabat sebagai Ketua KPK hingga sekarang, hampir semua 75 orang yang dikabarkan tidak lolos TWK sebagai tahap alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) dikenalnya.
Menurut Samad, mereka orang-orang yang justru dikenal tegas dalam memberantas korupsi.
"Ketika 75 orang tidak lulus, saya bertanya ada apa sebenarnya? Apakah skenario ini memang ditujukan untuk menyingkirkan 75 orang ini? TWK ini memang jangan-jangan untuk menyingkirkan," kata Samad.
"Satu-satunya cara untuk melumpuhkan sama sekali pemberantasan korupsi yaitu harus membungkam orang-orang yang selama ini tegak lurus di KPK, di antaranya 75 orang ini," lanjutnya.
Samad juga menyoroti sejumlah pertanyaan TWK yang tidak relevan seperti yang diberitakan media massa, di antaranya yakni pertanyaan mengenai kesediaan membuka hijab untuk mengetahui apakah seseorang tergolong radikal atau tidak.
Baca juga: Johan Budi Kaget 75 Pegawai KPK yang Tak Lolos Tes Wawasan Kebangsaan Terdapat Eselon I dan II
"Walaupun kita ingin menggali apakah mereka radikal, ada pertanyaan-pertanyaan lain yang lebih bisa membuka seseorang bahwa dia radikal atau tidak, bukan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itu," tandasnya.
Diketahui, asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dilakukan dalam rangka pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN oleh Badan Kepegawaian Negara Republik Indonesia (BKN RI).
Pelaksanaan Asesmen Pegawai KPK bekerja sama dengan BKN RI telah sesuai dengan Pasal 5 ayat (4) Perkom KPK No. 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara.
Hal ini juga merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 19/2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.