TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan pernyataan soal 75 pegawai Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) yang tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Pihaknya mengatakan TWK terhadap pegawai KPK, tidak serta merta menjadi dasar untuk memberhentikan 75 pegawai yang dinyatakan tidak lulus tes.
"Saya berpendapat, hasil tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK, hendaknya tidak serta-merta jadi dasar untuk memberhentikan 75 pegawai yang dinyatakan tidak lulus tes," tulisnya melalui twitternya @jokowi.
"Kalau ada kekurangan, tentu bisa diperbaiki melalui pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan," imbuhnya.
Jokowi juga menyebut dirinya sependapat dengan pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK), bahwa proses pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN.
Dirinya meminta kepada para pihak terkait untuk merancang tindak lanjut bagi 75 pegawai KPK tersebut.
Baca juga: Jokowi Tidak Setuju 75 Pegawai KPK Dinonaktifkan, PAN: KPK Harus Cabut SK No.652/2021
"KPK harus memiliki sumber daya manusia terbaik dan berkomitmen tinggi dalam upaya pemberantasan korupsi. Pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN harus menjadi bagian dari upaya untuk pemberantasan korupsi yang lebih sistematis."
Lantas beberapa tokoh pun merespon pernyataan Presiden Jokowi tersebut, Fadli Zon hingga Mardani Ali Sera.
1. Fadli Zon
Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon mengapresiasi terkait sikap Presiden Jokowi.
Dirinya menuliskannya di cuitan twitter pribadinya.
Baca juga: Koalisi Masyarakat Antikorupsi Bawa Kentungan Saat Aksi di KPK: Tanda Indonesia Sedang Bahaya
Dirinya pun memgusulkan agar pembuat tes wawasan kebangsaan perlu ikut semacam pendidikan P4 100 jam dan
"Apresiasi pernyataan P @jokowi. Usul sy pembuat tes wawasan kebangsaan ini serta merta perlu ikut semacam pendidikan P4 100 jam dan sosialisasi 4 pilar difasilitasi oleh @mprgoid. Narasumbernya bisa diambil dari 75 pegawai," tulisnya.
2. Arief Poyuono
Arief Poyuono menyebut KPK tak akan menghadapi kiamat dengan dinonaktifkannya Novel Baswedan Cs.
Bahkan ia berpandangan, para guru, dosen, perawat hingga pegawai honorer lebih penting diluluskan menjadi ASN, dibandingkan 75 pegawai KPK tersebut.
"Jika 75 pegawai KPK diluluskan untuk jadi ASN, maka seperti guru, dosen, perawat, pegawai honorer yang tidak lulus tes TWK untuk jadi ASN harus diluluskan juga," ujar Arief Poyuono diberitakan Tribunnews.com.
Baca juga: Koalisi Masyarakat Antikorupsi Bawa Kentungan Saat Aksi di KPK: Tanda Indonesia Sedang Bahaya
Dirinya meminta Presiden Jokowi tak melakukan intervensi terhadap kasus tersebut.
Menurutnya, langkah Jokowi bisa menjadi preseden buruk di kemudian hari, jika ada sektor lain yang gagal lulus TWK menjadi ASN.
"Presiden Jokowi tidak boleh mengintervensi hasil tes TWK pegawai KPK yang wnggak lulus."
"Ini bisa jadi preseden buruk."
3. Habiburokhman
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Gerindra Habiburokhman sepakat dengan pernyataan yang dikemukakan Presiden Jokowi terkait polemik penonaktifan 75 pegawai KPK akibat tak lolos TWK.
Dirinya mengatakan jangan sampai ada yang merasa disingkirkan dan juga jangan ada yang disudutkan seolah ingin merusak KPK.
Baca juga: Novel Baswedan Akui Sedih Laporkan Pimpinan KPK ke Dewan Pengawas
Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, Habiburokhman turut meyakini baik pimpinan KPK maupun 75 pegawai KPK yang dinonaktifkan tersebut sama-sama memiliki komitmen untuk memberantas korupsi.
Karenanya, dia menilai masih ada cara untuk mengakomodir 75 pegawai KPK tersebut agar tak dinonaktifkan seperti pernyataan Jokowi.
"Kami yakin 75 orang tersebut maupun pimpinan KPK punya komitmen yang sama besar dalam pemberantasan korupsi. Masih banyak celah dalam UU KPK, PP 41 /2020 atau Perkom 1/2021 untuk mengakomodir 75 orang itu," kata Habiburokhman.
4. Mardani Ali Sera
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera turut menanggapi pernyataan Presiden Jokowi.
Dirinya menuliskan di twitter pribadinya @@MardaniAliSera.
Mardani menyebut pernyataan dari Presiden Jokowi termasuk sebuah dukungan yang perlu dijaga demi keberlanjutan pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Terima kasih kpd publik atas dukungan yg tak ingin #SkandalNasionalKPK kian berlanjut. Perjalanan msh panjang, IPK Indonesia msh 37 (2020), di peringkat ke 102 dr 180 negara. Tp dukungan seperti ini penting & perlu trs dijaga demi keberlanjutan pemberantasan korupsi di Indonesia," tulisnya dalam cuitan twitter.
Baca juga: Mayat Tanpa Tangan Kiri dan Kaki Gegerkan Warga Dekat Pergudangan Greges Jaya Surabaya
Mardani juga menanggapi soal kabar pimpinan KPK yang penuhi permintaan Jokowi, soal membina Novel Baswedan dkk.
"Memang hrs seperti ini, terlebih secara peraturan per UU KPK yg baru tidak mengatur alih status kepegawaian KPK melalui TWK."
"Mesti diingat, terkadang memberantas korupsi perlu dilakukan dgn ‘radikal’, krn para koruptor pun jg radikal. #SkandalNasionalKPK," tulis Mardani Ali Sera.
5. Novel Baswedan
Penyidik senior KPK Novel Baswedan berterima kasih atas pernyataan Jokowi mengenai polemik TWK untuk alih status pegawai KPK sebagai ASN.
Menurutnya Presiden Jokowi sudah memberikan perhatian untuk 75 pegawai KPK.
Namun dari pernyataan Jokowi itu, Novel menilai adanya ketidakpahaman mengenai TWK yang bermasalah.
Baca juga: Direktur KPK Sebut Mayoritas Pegawai KPK Tak Diberitahu Alasan Gagal TWK
Novel menegaskan bahwa TWK yang dijalani dirinya dan 74 pegawai KPK lain bermasalah, diberitakan Tribunnews.com.
"Sekaligus saya ingin menggambarkan menyampaikan bahwa sebelumnya kan dikesankan kami ini ber-75 adalah orang yang bermasalah dalam masalah kebangsaan atau nasionalisme atau apa. Pernyataan Pak Presiden ini justru menggambarkan bahwa beliau tidak menggambarkan itu, beliau justru menunjukkan bahwa terkait dengan masalah wawasan kebangsaan kami itu sebenarnya bukan hal yang seperti yang dikesankan seperti itu, jadi saya pikir justru itu menggambarkan hal yang positif," ujarnya
Berita terkait polemik penonaktifan 75 pegawai KPK akibat tak lolos TWK lainnya.
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati/Vincentius Jyestha Candraditya/Ilham Rian Pratama)