Peletakan batu pertama dilakukan pada awal Desember 1933 dan pembangunannya diserahkan kepada R.M. Sosrosaputro.
Namun, pemerintah Hindia Belanda menolak pembangunan tugu tersebut.
Residen Surakarta sempat menghambat pembangunan.
Bahkan, Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu Bonifacius Cornelis de Jonge mengundang Pakubuwono X untuk membicarakan terkait masalah ini.
Pembangunan masih terus dilanjutkan dan selesai pada Oktober 1934.
Tugu ini kemudian diberi nama "Toegoe peringatan pergerakan kebangsaan 1908-1933".
Nama tersebut ditolak oleh pemerintah dan mereka juga mengancam akan membongkar tugu Lilin.
Pakubuwono X kemudian ikut turun tangan agar mendapatkan izin dari pemerintah.
Di akhir Januari 1935, PB X datang ke Batavia untuk bertemu Gubernur Jenderal.
Namun, usahan PB X ini menemui kegagalan.
Pada bulan April 1935 residen Treur kembali mengancam akan membongkar tugu ini jika usulan teksnya yang berbunyi "Toegoe peringatan kemadjoean ra’jat 1908-1933" tidak diterima.
Pada akhirnya, usulan dari Treur ini terpaksa diterima dan dituliskan pada prasasti di tugu.
Peletakan gumpalan tanah dari berbagai penjuru tanah di Nusantara juga dilakukan di pelataran tugu.
Namun, masih ada perbedaan mengenai waktu gumpalan tanah ini.