TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia secara tegas menolak Yerusalem sebagai Ibukota Israel. Sikap Indonesia tidak berubah terkait Palestina.
Hal ini tentunya tidak terlepas dari isi Pembukaan UUD 1945 alinea 1 yang berbunyi: Bahwa sesungguhnya kemerdekaan adalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
Kemudian pada alinea 4 Pembukaan UUD 1945 berbunyi: Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
"Sudah jelas berdasarkan kedua pernyataan di atas, politik luar negeri Indonesia haruslah politik yang bertujuan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia dan tidak mendukung penindasan terhadap negara lain," kata anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (purn) TB Hasanuddin, kepada wartawan, Kamis (20/5/2021).
Tak hanya itu, Hasanuddin juga merujuk pada pesan Presiden Pertama RI Soekarno yang menegaskan bahwa selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menentang penjajahan Israel.
Hasanuddin menambahkan dari sisi sejarah, Palestina adalah negara yang pertama mendukung dan mengakui kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945.
"Jadi salah besar kalau ada yang mengatakan bahwa kemerdekaan Palestina bukan urusan Indonesia, ini masalah amanah Undang-Undang," ucapnya.
Dihimpun dari berbagai sumber, kekerasan terhadap warga sipil Palestina di Masjid Al-Aqsa terjadi sejak Jumat (7/5) malam waktu setempat.
Ratusan polisi perbatasan Israel bentrok dengan ribuan pemuda Palestina yang tengah beribadah di sepuluh malam terakhir Ramadan.
Baca juga: Pangeran Arab: Segera Hentikan Konflik Israel-Palestina di Gaza dan Yerusalem Timur
Israel juga menghancurkan menara Al Jazeera, Associated Press (AP) dan Middle East di Gaza, Sabtu (15/5).
Terkini, Israel kembali melakukan serangan udara di Jalur Gaza yang menewaskan sedikitnya enam orang dan menghancurkan rumah, Rabu (19/5).
Dilansir dari Aljazeera, sedikitnya 219 orang Palestina, termasuk 63 anak-anak telah meninggal di Gaza sejak kekerasan mulai terjadi pada 10 Mei.
Sementara 1.500 warga Palestina lainnya luka-luka.