Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyayangkan ada pihak yang sengaja membangun opini keliru soal penanganan kasus Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat.
Diketahui penanganan kasus Novi dialihkan kepada Bareskrim Polri oleh KPK.
"Kami menyayangkan ada pihak-pihak yang sengaja membangun opini keliru bahwa kasus Nganjuk dilanjutkan Bareskrim karena adanya polemik TWK (Tes Wawasan Kebangsaan) ini," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Sabtu (22/5/2021).
Ali menegaskan, kasus Bupati Nganjuk sejak April 2021, sebelum kegiatan tangkap tangan dilakukan, sudah disepakati bersama antara KPK dan Bareskrim bahwa penanganan kasus akan dilakukan oleh Direktorat Tipikor Bareskrim Polri.
Karena, laporan pengaduan awal, baik yang masuk ke KPK maupun Bareskrim adalah terkait dugaan korupsi yang melibatkan perangkat desa dan camat di wilayah Nganjuk.
Kemudian, setelah berhasil ditangkapnya 4 camat oleh tim gabungan yang terdiri dari 11 penyelidik Bareskrim dengan dibantu 3 orang penyelidik dari KPK, diperoleh fakta bahwa ada dugaan keterlibatan kepala daerah yang saat ini juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
"Tentu menindaklanjuti kesepakatan maka untuk efektifitas penanganan perkaran tetap dilanjutkan Bareskrim Polri dengan supervisi KPK sesuai kewenangannya," kata Ali.
Ia mengatakan, sejauh ini penanganan perkara oleh KPK, khususnya pada kedeputian penindakan masih berjalan seperti biasa.
Demikian juga program dan kegiatan pada kedeputian yang lain.
Ali memastikan KPK tetap berkomitmen melakukan kerja yang terbaik dalam upaya pemberantasan korupsi.
"KPK berharap tidak ada lagi pihak-pihak yang sengaja mengaitkan penanganan perkara dengan polemik TWK tersebut," tegas Ali.
Diwartakan sebelumnya, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono mengungkap adanya dampak dari penanganan perkara akibat menonjobkan 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK.
Salah satu dampak langsung yang paling terlihat adalah terkait dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat.
"Itu dampak yang immediate (langsung) dari proses penonjoban tadi," kata Giri dalam diskusi daring di kanal YouTube Mardani Ali Sera, Jumat (21/5/2021).
Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) yang memimpin penangkapan terhadap Novi yakni Harun Al Rasyid, salah satu pegawai yang tak lolos TWK.
Giri menjelaskan Surat Keputusan (SK) Nomor 652 Pimpinan KPK yang menonjobkan 75 pegawai ditandatangani oleh Ketua KPK Firli Bahuri pada 7 Mei 2021.
Sementara diumumkan kepada pegawai pada 11 Mei 2021.
Harun Al Rasyid dan timnya menangkap Bupati Nganjuk Novi pada 9 Mei 2021.
Saat itu Harun sudah akan dinonjobkan, hanya saja saat melakukan penangkapan, Harun masih belum menerima SK penonjoban tersebut.
"Bayangkan, sudah ada SK disuruh melepaskan tugas dan tanggung jawab, dia (Harun) melakukan OTT karena belum tahu, SK ini baru kita terima 11 Mei 2021," ujar Giri.
Akibat dari akan menonjobkan Harun saat itu, pimpinan KPK memutuskan agar Harun melepas kasus Bupati Nganjuk Novi yang dia tangkap.
Pimpinan KPK menyerahkan kasus itu ke Polri.
"Makanya yang terjadi kemudian (penanganan) OTT Nganjuk pindah ke Bareskrim," kata Giri.
Berita lainnya: Lulusan Kejar Paket C Ungguli Sarjana Unair, Suparno Tetap Dilantik Meski Diprotes Warga