TRIBUNNEWS.COM - Setelah menuai polemik, 51 dari 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) bakal dipecat.
Sementara sisanya, sebanyak 21 orang bakal mengikuti pembinaan lanjutan.
Keputusan itu disampaikan oleh Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, Selasa (25/5/2021).
Menurut Alex, 51 orang yang bakal dipecat itu karena nilai tes mereka merah dan sudah tidak bisa diperbaiki lagi.
Baca juga: Anggota Komisi II : Apa Indikator 51 Pegawai KPK Lainnya Dapat Rapor Merah?
"Yang 51 orang, dari asesor, warnanya, dia bilang sudah merah dan tidak dimungkinkan dilakukan pembinaan berdasarkan penilaian asesor."
"Tentu tidak bergabung lagi dengan KPK," katanya di kantor BKN RI, Jakarta Timur, Selasa (25/5/2021), dikutip dari tayangan Youtube Kompas TV.
Keputusan pemecatan 51 pegawai KPK ini sontak menimbulkan polemik baru.
Dirangkum Tribunnews.com Rabu (26/5/2021), berikut rangkuman dari keputusan KPK yang memecat 51 pegawainya:
1. Detail Alasan KPK Pecat 51 Pegawai
Pemecatan terhadap 51 pegawai KPK diputuskan setelah KPK menggelar rapat dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Kepala BKN, Bima Haria Wibisana, mengatakan ada tiga klaster yang dipakai dalam penentuan kelulusan pegawai KPK dalam asesmen TWK.
Ketiganya adalah aspek pribadi, aspek pengaruh, dan aspek PUNP atau Pancasila, UUD 1945 dan seluruh turunan peraturan perundang-undangannya, NKRI, serta pemerintah yang sah.
Dari tiga klaster itu, Bima menjelaskan, terdapat 22 indikator penilaian.
Penilaian aspek pribadi berisi enam indikator, aspek pengaruh berisi tujuh indikator, dan aspek PUNP berisi sembilan indikator.
Menurut Bima, 51 pegawai KPK yang diberhentikan itu memiliki hasil negatif dalam penilaian aspek PUNP.
Baca juga: Pernyataan KSP Soal TWK di KPK, Moeldoko: Agar Pemberantasan Korupsi Lebih Sistematis
Karena aspek PUNP-nya merah dan merupakan harga mati, maka 51 pegawai KPK itu tidak bisa diikutserakan dalam pembinaan lanjutan.
"Jadi itu alasan 51 orang tidak bisa diikutsertakan dalam diklat bela negara dan wawasan kebangsaan," ungkap Bima.
Sementara itu, 24 orang lainya masih dapat mengikuti pembinaan karena hanya terindikasi negatif pada aspek kepribadian atau pengaruh.
2. Boleh Bekerja hingga 2 November 2021
51 pegawai KPK yang dinyatakan dipecat itu masih boleh bekerja di KPK hingga 1 November 2021.
Hal ini karena status pegawai KPK masih berlaku hingga 1 November 2021.
"Karena status pegawai sampai 1 November termasuk yang TMS (Tidak Memenuhi Syarat) mereka tetap pegawai KPK," kata Alexander Marwata.
Alexander mengatakan, 51 pegawai KPK itu masih boleh bekerja di kantor hingga 1 November.
Namun, pengawasan terhadap pekerjaan mereka akan diperketat.
“Aspek pengawasannya diperketat, jadi pegawai tetap masuk kantor, bekerja biasa, tapi pelaksanaan tugas harian harus menyampaikan pada atasan langsung,” kata dia.
Untuk diketahui, tanggal 1 November 2021 merupakan tenggat yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 yang menyatakan bahwa alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) dilakukan maksimal dua tahun setelah UU disahkan.
3. Respons Wadah Pegawai KPK
Dipecatnya 51 pegawai KPK mengundang reaksi dari berbagai pihak, salah satunya dari Wadah Pegawai KPK (WP KPK).
Ketua WP KPK, Yudi Purnomo Harahap, mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan supervisi terhadap polemik alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Perlu adanya supervisi dari Presiden menindaklanjuti perkara alih status pegawai KPK," ujar Yudi melalui keterangannya, Selasa (25/5/2021).
Baca juga: Istana Wacanakan Pendidikan Kedinasan untuk Pegawai KPK yang Tak Lolos TWK
Menurut Yudi, Jokowi harus turun tangan lantaran sikap pimpinan KPK dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) soal polemik TWK pegawai KPK merupakan bentuk konkret dari ketidaksetiaan terhadap pemerintahan yang sah.
Alasannya, kata Yudi, pimpinan kedua lembaga tidak mematuhi instruksi presiden dengan memutuskan memberhentikan 51 pegawai KPK, maupun memberikan pelatihan bela negara terhadap 24 pegawai lainnya.
"Padahal secara nyata presiden sudah mengungkapkan bahwa tes tidak dapat dijadikan dasar untuk memberhentikan seseorang," kata Yudi.
Ia menegaskan, pimpinan KPK dan BKN telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan tidak mengindahkan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 yang diperkuat dengan Putusan MK Nomor 70/PUU-XVII/2019.
Putusan itu, lanjut Yudi, menegaskan proses transisi status tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN.
Dirinya pun mempertanyakan alasan Ketua KPK, Firli Bahuri, yang ingin memberhentikan pegawai dengan ketidakjelasan alat ukur serta proses yang sarat pelecehan martabat perempuan tersebut.
"Padahal di sisi lain, ketua KPK bertekad menjadikan residivis perkara korupsi yang jelas telah berkekuatan hukum tetap sebagai agen antikorupsi," kata Yudi.
4. Tanggapan Novel Baswedan
Penyidik senior KPK, Novel Baswedan, turut berkomentar atas dipecatnya 51 pegawai KPK.
Novel menuding TWK merupakan alat yang dipakai untuk menyingkirkan 51 pegawai KPK.
"Dengan adanya perubahan dari 75 menjadi 51, jelas menggambarkan bahwa TWK benar hanya sebagai alat untuk penyingkiran pegawai KPK tertentu yang telah ditarget sebelumnya," kata Novel lewat keterangan tertulis, Selasa (25/5/2021).
Novel beranggapan, pengumuman pemberhentian 51 pegawai KPK oleh Alexander Marwata sebagai bentuk pemaksaan terjadinya pemecatan pegawai KPK.
"Terkait pengumuman Pimpinan KPK yang disampaikan oleh AM (Alexander Marwata), menggambarkan sikap oknum pimpinan KPK yang akan memaksakan agar terjadi pemecatan terhadap 75 pegawai KPK, baik langsung maupun tidak langsung," kata Novel.
Baca juga: Direktur KPK Sebut Pemberhentian 51 Pegawai Sebagai Bentuk Pembangkangan terhadap Presiden Jokowi
Hal ini, menurut Novel, mengonfirmasi dan memperlihatkan dengan jelas bahwa ada agenda dari oknum pimpinan KPK untuk menyingkirkan pegawai yang bekerja baik.
Kata dia, oknum pimpinan KPK itu tetap melakukan rencana awal untuk menyingkirkan pegawai KPK menggunakan alat TWK, sekalipun bertentangan dengan norma hukum dan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Novel merasa upaya pelemahan KPK dengan segala cara seperti ini bukan hal yang baru, dan penyingkiran pegawai KPK yang ditarget bisa jadi merupakan tahap akhir untuk mematikan perjuangan pemberantasan korupsi.
"Saya yakin kawan-kawan akan tetap semangat, karena memang tidak semua perjuangan akan membuahkan hasil," ujarnya.
"Tetapi kami ingin memastikan bahwa perjuangan memberantas korupsi yang merupakan harapan masyarakat Indonesia ini harus dilakukan hingga akhir, sehingga bilapun tidak berhasil maka kami akan dengan tegak mengatakan bahwa kami telah berupaya dengan sungguh-sungguh, hingga batas akhir yang bisa diperjuangkan," imbuh Novel.
Baca juga: Pimpinan KPK Tutup Mulut Soal Nama 51 Pegawai yang Dipecat
(Tribunnew.com/Daryono/Inza Maliana) (ilham Rian Pratama)