Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bicara soal kebijakan pemerintah Arab Saudi yang membatasi pengeras suara masjid atau TOA.
Surat edaran itu berisi kewajiban agar volume pengeras suara tidak melebihi sepertiga volume maksimal.
Menurut Ketua PBNU KH Marsudi Syuhud, kecil kemungkinan Indonesia akan mengadaptasi kebijakan tersebut.
"Negaranya beda kok. Kalau urusan TOA itu urusan kultur," kata Marsudi saat dihubungi Tribunnews, Kamis (27/5/2021).
Ada tiga konsep yang menurut Marsudi menyangkut soal TOA masjid dan kultur masyarakat Indonesia.
Baca juga: Arab Saudi Batasi Penggunaan Toa Masjid, Komisi VIII DPR Bicara Aturan Kemenag 1978
"Pertama, masyarakat sekeliling itu mendirikan masjid dengan segala kulturnya termasuk TOA, kemudian berjalan biasa saja, karena yang mendirikan masyarakat, yang menikmati masyarakat, yang menjalankan juga masyarakat," tambahnya.
Dalam konsep yang kedua, Marsudi bicara soal pergantian zaman di mana masyarakat baru akan datang ke wilayah di mana masyarakat yang telah tinggal.
"Itu mulai kultur yang berbeda. Ketika pendatang tak bermasalah, ya tetap berjalan," ujat Marsudi.
Kemudian konsep yang ketiga, Marsudi mengatakan ada perubahan yang terjadi di masjid dalam wilayah tersebut. Masjid yang awalnya tak menggunakan TOA, tiba-tiba menggunakan TOA karena pergantian zaman.
"Di situlah yang antara masyarakat yang hendaknya bisa saling memahami. Kalau TOAnya kencang enggak mengganggu, ya enggak apa-apa," katanya.
"Kalau ada yang merasa terganggu dan ada di sana orang yang lebih dulu tinggal sebelum masjid dibangun, kan tinggal menyesuaikan. Jadi ini tidak perlu dipersoalkan," pungkasnya.