TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini ulasan mengenai Dugong atau Duyung.
Dugong adalah salah satu dari 35 jenis mamalia laut di Indonesia.
Pada perairan pesisir, dugong merupakan satu-satunya satwa ordo Sirenia yang memiliki area tempat tinggal tidak terbatas.
Namun, dugong termasuk mamalia laut yang populasinya terus menurun dan terancam punah.
Baca juga: Nelayan Lombok Tengah Temukan Bangkai Duyung Kerbau, Dagingnya Dibagi-bagikan kepada Warga
Dugong
Dikutip dari kkp.go.id, dugong memiliki nama ilmiah yaitu “Dugong dugon”.
Istilah “dugong” diambil dari bahasa Tagalog, “dugong”, yang bersumber dari bahasa Melayu, “duyung” atau “duyong” yang berarti “perempuan laut”.
Dugong adalah salah satu dari 35 jenis mamalia laut di Indonesia dan merupakan satu-satunya satwa ordo Sirenia yang area tempat tinggalnya tidak terbatas pada perairan pesisir.
Tapi sayang, dari 1,507 km2 luas padang Lamun (tumbuhan berbunga yang tumbuh membentuk padang rumput / padang lamun di dasar perairan pesisir yang dangkal) yang menjadi tempat bernaung habitat Dugong di Indonesia, hanya 5% yang tergolong sehat, 80% kurang sehat, dan 15% tidak sehat (LIPI, 2017).
Mamalia ini harus makan setidaknya 50 kilogram rumput laut setiap harinya.
Ia dikategorikan sebagai binatang nokturnal atau binatang malam, yang artinya hanya akan mencari makan ketika malam hari.
Mamalia ini hanya bisa menyelam selama 6 menit untuk kemudian harus muncul ke permukaan untuk bernapas.
Dugong kadang-kadang berada dalam posisi seperti berdiri dengan kepala berada di atas air untuk bernapas.
Dugong (duyung) berenang dengan kecepatan 10 km/jam hingga 22 km/jam.
Gerakannya yang lambat, menyebabkan dugong sering menjadi mangsa mudah bagi predator.
Predator alami dugong antara lain hiu besar, buaya air asin, dan paus pembunuh.
Dalam klasifikasi hewan, dugong termasuk Class Mammalia yang mempunyai karakterisktik menyusui anaknya.
Di bawah Class Mammalia dugong tergolong dalam Ordo Sirenia.
Dugong betina cenderung sedikit lebih besar dari yang jantan.
Kulit dugong tebal dan halus dengan warna pucat ketika masih bayi, menjelang dewasa dan bagian perut dengan warna yang lebih terang.
Warna dugong dapat berubah dengan pertumbuhan alga di kulitnya.
Sekujur tubuhnya diliputi dengan rambut-rambut halus dan pendek.
Moncongnya yang tebal berbentuk bagai tapal kuda, menghadap ke bawah dengan bibir tebal yang ditumbuhi bulu-bulu kasar bagai sikat.
Bulu-bulu kasar ini merupakan organ yang sangat sensitif yang digunakannya untuk mencari makan.
Dugong mempunyai sepasang sirip yang tebal dan bertulang bagai lengan dan jari-jari, yang dapat berfungsi sebagai dayung penyeimbang bila berenang.
Bila dugong mencari makan di dasar laut, sirip tebalnya dapat menopang tubuhnya untuk merayap ketika mencari makan.
Di ketiak kedua siripnya terdapat puting susu, yang sangat penting untuk menyusui anaknya.
Lubang hidungnya terdapat di bagian atas kepalanya dan mempunyai katup yang dapat menutup dengan kedap bila dugong menyelam.
Bila dugong naik ke permukaan untuk menarik napas, hanya ujung lubang hidungnya yang muncul di permukaan.
Mata dugong berukuran kecil, dan di dalam air yang acapkali keruh, pandangannya sangat terbatas.
Bila diangkat keluar dari air, dugong dapat mengeluarkan cairan yang dikenal sebagai “air mata duyung”.
Dugong Terancam Punah
Dikutip dari wwf.id, dugong masih diburu hidup-hidup & dagingnya dikonsumsi.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Duyung dikategorikan sebagai biota perairan yang dilindungi.
Hal ini dikarenakan Duyung termasuk mamalia laut yang populasinya terus menurun dan terancam punah.
Walaupun Duyung sudah ditetapkan sebagai biota yang dilindungi di Indonesia, namun populasi Duyung secara nasional diindikasikan terus mengalami penurunan.
Apabila tidak dilakukan langkah-langkah penanganan maka dikhawatirkan Duyung dapat mengalami kepunahan di Indonesia (Direktorat KKJI, 2014).
Ancaman pada Populasi Dugong
Beberapa penyebab buruknya kondisi Dugong yang sering ditemukan saat ini:
- Perburuan skala lokal dan pemanfaatan langsung bagian tubuh Dugong
- Terjaring atau terperangkap di alattangkap (sero, keramba, dll.) milik nelayan
- Tertabrak kapal wisata dan kapal nelayan
- Serta penangkapan untuk diperjualbelikan daging atau bagian tubuhnya seperti taring dan air matanya.
Air mata Duyung masih dianggap sebagai bahan ritual klenik, padahal cairan tersebut hanya lendir pelembab mata Duyung yang keluar dari kelenjar air matanya ketika Duyung sedang tidak berada di dalam air.
Sayangnya, penangkapan Duyung oleh masyarakat masih sering terjadi sampai dengan saat ini di beberapa tempat akibat kurangnya kesadartahuan masyarakat bahwa Duyung termasuk satwa liar yang dilindungi oleh Pemerintah.
Upaya Konservasi Dugong
Dikutip dari kkp.go.id, upaya konservasi dugong di Indonesia yaitu dengan diadakannya program Dugong and Seagrass Conservation Project (DSCP) yang dimulai tahun 2016.
DSCP merupakan program regional yang dilaksanakan di tujuh negara yaitu:
- Indonesia
- Malaysia
- Sri Lanka
- Mosambik
- Madagaskar
- Timor Leste
- Vanuatu
Program ini merupakan kerjasama antara United Nation Environment Programme-Conservation Migratory Species (UNEP-CMS), Mohamed bin Zayed Species Conservation Fund (MbZ) bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan, LIPI, WWF Indonesia, dan IPB.
DSCP Indonesia merupakan program berbasis masyarakat lokal dengan jangkauan global untuk meningkatkan efektivitas konservasi dugong dan ekosistem lamun.
Terdapat tiga program kegiatan DSCP Indonesia, yaitu:
- Program ID1: rencana aksi konservasi nasional dugong dan habitatnya, yaitu padang lamun.
- Program ID2: meningkatkan kesadartahuan dan penelitian di tingkat nasional tentang dugong dan lamun.
- Program ID3: pengelolaan dan konservasi dugong dan lamun berbasis masyarakat di Bintan, Kotawaringin Barat, Tolitoli, dan Alor.
(Tribunnews.com/Nadya)