Sebelumnya, Menag Yaqut menegaskan, keputusan tidak memberangkatkan kembali jemaah haji ke Arab Saudi sudah melalui kajian mendalam.
Kemenag sudah melakukan pembahasan hal tersebut dengan Komisi VIII DPR pada 2 Juni 2021.
Kemenag juga telah melakukan serangkaian kajian bersama Kementerian Kesehatan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perhubungan, dan lembaga terkait lainnya.
"Semalam, kami juga sudah menggelar pertemuan virtual dengan MUI dan ormas-ormas Islam untuk membahas kebijakan ini."
"Alhamdulillah, semua memahami, dalam kondisi pandemi, keselamatan jiwa jemaah harus diutamakan.z'
"Ormas Islam juga akan ikut menyosialisasikan kebijakan ini untuk kepentingan jemaah," kata Menag.
Pemerintah menilai, pandemi Covid-19 yang masih melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia dan Arab Saudi, dapat mengancam keselamatan jemaah.
Apalagi, jumlah kasus baru Covid-19 di Indonesia dan sebagian negara lain dalam sepekan terakhir masih belum menunjukkan penurunan yang signifikan.
Menurut Menag, agama mengajarkan, menjaga jiwa adalah kewajiban yang harus diutamakan.
Undang-Undang No 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah juga memberikan amanah kepada pemerintah untuk melaksanakan tugas perlindungan.
Karenanya, faktor kesehatan, keselamatan, dan keamanan jemaah menjadi faktor utama.
"Ini semua menjadi dasar pertimbangan dalam menetapkan kebijakan."
"Apalagi, tahun ini juga ada penyebaran varian baru Covid-19 yang berkembang di sejumlah negara," jelas Menag.
"Penyelenggaraan haji merupakan kegiatan yang melibatkan banyak orang yang berpotensi menyebabkan kerumunan dan peningkatan kasus baru Covid-19," sambungnya.
Di sisi lain, pemerintah Arab Saudi, kata Menag, hingga Kamis (3/6/2021) juga belum mengundang Pemerintah Indonesia untuk membahas dan menandatangani Nota Kesepahaman tentang persiapan penyelenggaraan ibadah haji 2021.
"Ini bahkan tidak hanya Indonesia, tapi semua negara."
"Jadi sampai saat ini, belum ada negara yang mendapat kuota karena penandatanganan Nota Kesepahaman memang belum dilakukan," tegas Menag.
Kondisi ini berdampak pada persiapan penyelenggaraan ibadah haji.
Sebab, berbagai persiapan yang sudah dilakukan belum dapat difinalisasi.
Mislanya, untuk layanan dalam negeri yaitu kontrak penerbangan, pelunasan Bipih, penyiapan dokumen perjalanan, penyiapan petugas, dan pelaksanaan bimbingan manasik.
Semuanya baru bisa diselesaikan apabila besaran kuota haji sudah diterima dari Arab Saudi.
Demikian pula penyiapan layanan di Saudi, baik akomodasi, konsumsi, maupun transportasi, belum bisa difinalisasi.
Pasalnya, belum ada kepastian besaran kuota, termasuk juga skema penerapan protokol kesehatan haji, dan lainnya.
"Itu semua biasanya diatur dan disepakati dalam MoU antara negara pengirim jemaah dengan Saudi."
"Nah, MoU tentang persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442H/2021M itu hingga hari ini belum juga dilakukan," tuturnya.
"Padahal, dengan kuota 5 persen dari kuota normal saja, waktu penyiapan yang dibutuhkan tidak kurang dari 45 hari," lanjutnya.
Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah dampak dari penerapan protokol kesehatan yang diberlakukan secara ketat oleh Arab Saudi karena situasi pandemi.
Pembatasan itu bahkan termasuk dalam pelaksanaan ibadah.
Berkaca pada penyelenggaraan umrah awal tahun ini, pembatasan itu antara lain larangan salat di Hijir Ismail dan berdoa di sekitar Multazam.
Shaf saat mendirikan salat juga diatur berjarak.
Ada juga pembatasan untuk salat jemaah, baik di Masjidil Haram maupun Masjid Nabawi.
"Pembatasan masa tinggal juga akan berdampak, utamanya pada penyelenggaraan Arbain."
"Karena masa tinggal di Madinah hanya tiga hari, maka dipastikan jemaah tidak bisa menjalani ibadah Arbain," terangnya.
Menag menambahkan, pembatalan keberangkatan jemaah ini berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia (WNI) baik dengan kuota haji Indonesia maupun kuota haji lainnya.
Jemaah haji, reguler dan haji khusus, yang telah melunasi Bipih tahun 2020 akan menjadi jemaah haji pada penyelenggaraan ibadah haji pada 2022.
Menag menyampaikan simpati kepada seluruh jemaah haji yang terdampak pandemi Covid-19 tahun ini.
Untuk memudahkan akses informasi masyarakat, selain Siskohat, Kemenag juga telah menyiapkan posko komunikasi di Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
Kemenag juga tengah menyiapkan WA Center yang akan dirilis dalam waktu dekat.
(Tribunnews.com/Sri Juliati)