TRIBUNNEWS.COM - Akhir-akhir ini memang sedang marak kasus penagihan utang melalui debt collector.
Biasanya terjadi pada orang yang mempunyai utang di platform pinjaman online.
Parahnya para debt collector ini menagih utang secara memaksa bahkan mengancam.
Ancaman tidak hanya diberikan kepada para peminjam tapi juga kerabat dari peminjam yang sebenarnya tidak mengetahui masalah hutang tersebut.
Para dept collector ini biasanya mengancam akan menyebarkan data pribadi peminjam dan kerabatnya.
Lantas, bagaimana hukum menagih utang menggunakan debt collector ini. Apakah diperbolehkan?
Baca juga: Bolehkah Berutang di Pinjaman Online Menurut Islam? Ini Penjelasannya
Diperbolehkan Tapi Harus dengan Adab Menagih yang Baik
Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta, Roykhatun Nikmah, M.H mengatakan dalam Islam diperbolehkan untuk menggunakan jasa debt collector.
"Pada dasarnya menggunakan jasa debt collector atau penagih utang ini diperbolehkan. Jadi kita menggunakan jasanya, sebagai perwakilan dari si pemilik harta untuk menagih kepada seseorang yang berhutang," kata Roykhatun Nikmah dalam Program Oase di kanal Tribunnews.com, Jumat (4/6/2021).
Namun dosen yang kerap disapa Ika ini menekankan jika menggunakan jasa debt collector, maka perlu dilihat adab penagihannya.
Dalam menagih utang, debt collector harus menerapkan adab yang baik.
Baca juga: Guru Honorer Terlilit Pinjaman Online, Utang Rp3,7 Juta jadi Rp206 Juta, Ini Kisahnya
Selain itu penagihan utang juga harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, misalnya peraturan perundang-undangan.
Etika sosial juga perlu diterapkan, serta ketentuan yang telah disepakati bersama antara pemilik harta dan peminjam.
"Namun yang perlu digarisbawahi adalah ketika debt collector akan menagih utang kepada seorang yang memiliki utang ini perlu dilihat dalam adab penagihannya tersebut."
"Dan juga harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku, peraturan perundang-undangan misalnya, etika sosial, dan juga ketentuan yang telah ditetapkan oleh si pemilik harta dan orang yang berhutang tersebut," terang Ika.
Baca juga: Demi Bisa Bayar Utang, Kuli Bangunan Belasan Kali Mencuri di Masjid & Musala, Modus Pura-pura Salat
Dilarang Menggunakan Cara Kasar
Ika menegaskan, dalam menagih utang tidak juga diperbolehkan menggunakan cara kasar.
Bahkan hinnga mengintimidasi orang yang berhutang.
"Jadi tidak diperkenankan menggunakan cara kasar, bahkan mengintimidasi orang yang berhutang," tegasnya.
Untuk itu, jika peminjam dalam keadaan bangkrut dan tidak bisa membayar utang sesuai kesepakatan awal, maka pemberi pinjaman bisa memberikan relaksasi.
Baca juga: Tagih Utang Rp 700 Ribu, Pria Ini Malah Dapat Bogem Mentah dari Temannya Sendiri
Relaksasi yang diberikan bisa berupa restrukturisasi jangka waktu pembayaran utang.
"Apabila penghutang dalam keadaan bangkrut misalnya dan tidak dapat membayar sesuai dengan kesepakatan awal."
"Maka pemberi pinjaman bisa memberikan relaksasi berupa restrukturisasi jangka waktu pembayaran dari si penghutang tersebut," ucap Dosen Fakultas Syariah, UIN Raden Mas Said Surakarta ini.
Baca juga: Banyak Utang, Sekuriti Bunuh Teman Kencan, Mayatnya Tanpa Busana, Diduga Usai Berhubungan Intim
Namun jika telah diberi penambahan jangka waktu pembayaran tapi peminjam masih belum bisa membayar, maka pemberi utang berhak untuk menjual jaminan yang telah dijaminkan.
Jika tidak ada jaminan yang bisa dijual, maka sesuai hadist nabi, utang tersebut bisa diikhlaskan.
Walaupun hal ini terbilang sangat sulit untuk dilakukan.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani)