Namun penghadangan yang dilakukan anak buah Lodewijk Mandatjan dilakukan dari posisi di pinggir jalan pada jarak sangat dekat. Jarak penghadangan hanya sekira tiga meter, lalu mereka lari cepat menuruni jurang.
Pemberontak tidak mengenakan alas kaki dan mambawa noken (tas rajut tradisional) berisi perluru dan membawa senapan. Tentara regular yang berpakaian seragam, mengenakan sepatu, membawa ransel di punggung seberat 15-20 kg, kopelrim yang digantungi magazen peluru, pisau rimba dan veldfles air, serta membawa senapan, tidak akan mampu mengejar pemberontak ketika melarikan diri.
Setelah kendaan diperkirakan aman, TIM RPKAD meneruskan perjalanan. Sintong duduk di dalam truk dekat pintu bersebelahan dengan pengemudi.
Sersan Gunarso berdiri di bak bagian depan, di belakang atas tempat duduk Sintong. Naas, baru lima menit perjalanan Sersan Gunarso ditembak oleh pemberontak, kena di bagian kepala.
Topi rimba yang dikenakannya terlepas menggantung di bawah kepala. Darah Sersan Gunarso yang mengucur sebagian tertampung dalam topi rimbanya. Ia gugur di lokasi kejadian.
Gerombolan pemberontak mundur menuruni jurang sambil berteriak-teriak. Sintong dan anak buahnya turun untuk melakukan penembakan balasan.
Sepanjang jalan dari Warmare menuju Maruni, Tim RPKAD mengalami berbagai penghadangan. Untuk menghalangi gerakan TIM RPKAD menuju Manokwari, pemberontak membakar jembatan Maruni terbuat dari kayu.
Beruntung truk Reo 2,5 ton yang memiliki 10 roda dapat menyeberangi sungai-sungai yang berair. Setibanya di Manokwari , Tim RPKAD dapat melakukan pemakaman pertama bagi seorang anggotanya yang gugur.
Pasukan Sintong selanjutnya melakukan pembersihan Kota Manokwari, Maruni, Warmare, Ransiki hingga ke Papfi. Dalam pertempuran di Ransiki, sebuah kota kecamatan di selatan Manokwari, pada 16 Januari 1967, Tim RPKAD kehilangan seorang personelnya. Kopral Dua (Kopda) M Dawawi gugur dalam kontak senjata.
Selanjutnya, pengamanan dalam kota memanfaatkan pemberontak yang telah menyerah. Hasilnya sangat memuaskan, karena setiap kegiatan yang akan dilakukan pemberontak dalam waktu singkat dapat diketahui. (*)
*Dikutip dari buku ‘Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando’, karya Hendro Subroto, Penerbit PT Kompas Media Nusantara, cetakan kedelapan Mei 2009.
Baca juga: Prajurit Kopassus Sintong Panjaitan Dikepung Warga Lembah X Pegunungan Jaya Wijaya Papua