Jusuf juga mengungkapkan ketika kelompok pendukung Soeharto menjatuhkan Soekarno dalam Sidang Istimewa MPRS 1967, armada angkatan laut sudah siap di Teluk Jakarta dan pimpinan angkatan laut menunggu isyarat dari Bung Karno
“Marinir sudah mengarahkan sasaran mereka ke markas Kopassus. Kamu kira Soeharto kuat melawan Soekarno? Kalau benar-benar Bung Karno mau, siapa bisa melawan dia?” tambah Jusuf Wanandi. Para perwira polisi militer terperanjat, apalagi Jusuf menceritakan hal-hal mengenai hubungannya dengan Soeharto yang tak banyak diketahui masyarakat umum.
Menurut Jusuf Wanandi, penyidik mulai kelihatan letih. “Ok Pak, jadi kalau begitu Bapak setuju kami mengatakan keamanan baik, jadi kami akan membuat pernyataan begitu.”
Jusuf mengakui isi ceramahnya sebagian benar, sebagian lagi hanya drama. “Orang-orang itu tidak tahu apa-apa dan mereka menuduh saya tanpa tahu sejarah. Mereka menyangka bisa menaklukkan saya dengan interogasi ini,” tambah Jusuf Wanandi.
Setelah itu mereka tidak lagi melakukan interogasi. Polisi juga hanya melakukan wawancara formal pada hari berikutnya. Sebelum memulai pemeriksaan, polisi mengatakan, “Maaf Pak ini bukan keinginan kami, tapi kami melaksanakan perintah. Kami harus membuat laporan.”
Interogasi itu membuat Jusuf Wanandi terlambat untuk acara makan siang dengan Duta Besar Australia dan pejabat intelijen dari Canberra. Ketika akhirnya tiba di kediaman Duta Besar Australia pukul 14.00 WIB, sang tuan rumah berujar, “Wahh…. Kami benar-benar menjamu seorang yang baru keluar dari ruang interogasi.”
Jusuf Wanandi juga punya cerita lain terkait BJ Habibie, presiden pengganti Soeharto. Pada 1967, pemerintah Orde Baru mengirim Sofjan Wanandi ke Eropa untuk menjalin komunikasi dengan para mahasiswa Indonesia.
Sofjan duduk di kelas satu pesawat Lufthansa. BJ Habibie saat itu juga berada di pesawat yang sama, berbincang keras dengan teman-temannya dalam bahasa Jerman. Sofjan tidak bisa istirahat sehingga mendatangi Habibie.
“Anda bayar untuk penerbangan ini, dan saya juga bayar. Saya ingin tidur, ok. Kalau mau bicara, silakan bicara di belakang, di kelas ekonomi. Saya tidak peduli Anda siapa,” ujar Sofjan. Habibie terdiam dan mengajak kawan-kawannya pindah ke belakang untuk meneruskan pembicaraan. (*)
*Dikutip dari buku ‘Menyibak Tabir Orde Baru, Memoar Politik Indonesia 1965-1998’, karya Jusuf Wanandi, Penerbit PT kompas Media Nusantara, Februari 2014.
Baca juga: Prajurit Kopassus Sintong Panjaitan Dikepung Warga Lembah X Pegunungan Jaya Wijaya Papua