TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persidangan kasus suap ekspor benur yang menjerat eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dkk kembali berlanjut.
Dalam persidangan kali ini, Miftakh A. Rahman hadir sebagai saksi fakta. Miftah merupakan auditor forensik yang bekerja di KPK.
Dalam kesaksiannya, Miftakh mengatakan bahwa ada transaksi yang terjadi dari kas di PT Aero Citra Kargo (PT ACK).
Adapun uang di sana sekitar Rp65 milliar yang bersumber dari para eksportir benur.
"Terdapat transaksi pembelian jam (seharga) Rp549 juta," kata Miftakh di persidangan, Rabu (9/6/2021).
Pembelian jam tersebut dilakukan oleh istri salah satu terdakwa kasus Siswadhi Pranoto, Neti Herawati. Siswadhi sendiri merupakan salah satu pengurus dari PT ACK.
Hakim Albertus sempat bertanya kepada Miftakh soal berapa kali transaksi tersebut dilakukan, dan Miftakh menjawab hanya satu kali.
Lalu, Hakim menrgaskan bahwa keterangan Miftakh berbeda.
"Di keterangan saudara, ada dua, Rp200 juta dan Rp349 juta. Memang kalau dijumlah 549 juta. Saya ingatkan ya, berkenaan dengan pembelian jam iti saudara menyebut Rp549 juta, namun di keterangan saudara itu terbagi dua. Coba dilihat baik data-datanya biar clear and clean," kata Hakim Albertus.
Kemudian, Miftakh pun membuka dokumen yang dibawanya dan mengoreksi pernyataan yang sebelumnya.
Baca juga: Begini Cara Sespri Edhy Prabowo Sembunyikan Transaksi Uang Dugaan Hasil Korupsi Ekspor Benur
"Berdasarkan data transaksi ini, ada dua kali. Masing-masing pertama Rp200 juta kedua Rp349 juta," tambahnya.
Setelah itu, Miftakh menyebutlan bahwa mekanisme pembelian jam ini dilakukan dengan cara tarik tunai dari kas PT. ACK
"Ini maksudnya adalah pembelian jam ini dilakukan dengan cara tarik tunai dari kas ACK. Jadi rekening ACK dilakukan penarikan tunai, di antaranya jadi kecil ini. Nah ini diambil 200 juta dan 349 juta oleh Neti Herawati selaku istri terdakwa dari Siswadhi Pranoto Loe," pungkasnya.
Dalam perkara ini, Edhy Prabowo didakwa menerima suap senilai Rp25,7 milar oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK.