Ia mengatakan, tindakan yang dilakukan Firli memenuhi unsur-unsur Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Wana berpendapat, Dewas KPK semestinya menelusuri lebih lanjut informasi yang disampaikan Firli saat sidang etik.
Ia mengatakan, ada sembilan perusahaan penyedia helikopter lain yang sebetulnya juga bisa disewa Firli.
"Setidaknya ada sembilan perusahaan jasa helikopter yang sebenarnya jika kami lihat itu berpeluang untuk disewa. Tapi, mengapa PT APU ini yang menjadikan salah satu penyedia yang disewa oleh Firli Bahuri?" kata dia.
ICW pun melakukan penelusuran soal PT APU.
Wana mengatakan, salah satu komisaris PT APU ternyata sempat menjadi saksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi Meikarta yang ditangani KPK pada 2018 saat Firli menjabat sebagai Deputi Penindakan.
"Apakah ada kaitannya, itu kami belum menindak lebih lanjut," ujar Wana.
Polri menolak
Mabes Polri kembalikan laporan ICW soal dugaan penerimaan gratifikasi Ketua KPK Firli Bahuri kepada Dewan Pengawas KPK.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono menyampaikan pihak kepolisian tidak akan mengusut laporan dugaan gratifikasi yang melibatkan Firli.
Pasalnya, kata Rusdi, Firli Bahuri telah melalui proses sidang etik di Dewas KPK.
Menurutnya, pihaknya menghormati proses hukum yang dilakukan oleh internal KPK.
"Kita menghargai apa yang telah dilakukan di internal KPK. Tentunya itu kan proses yang dilakukan oleh Dewas. Proses yang cermat di internal KPK untuk masalah itu," kata Rusdi di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (8/6/2021).
Baca juga: Mulai Hari Ini Polri Gelar Operasi Pemberantasan Pungli dan Premanisme di Seluruh Indonesia
Rusdi menambahkan pihaknya juga memiliki pertimbangan tersendiri tak mengusut dugaan tindak pidana gratifikasi tersebut.
"Bareskrim punya pertimbangan terhadap aduan tersebut. Polri melihat bahwa hal tersebut pernah diselesaikan secara internal di KPK," ujar dia.