“Tetapi saya melihat Pak Harto kaget. Sudah pasti, beliau kemudian juga jadi ingat kembali kepada kisah tersebut. Mungkin beliau mulai merasa takut dan berpikir, bagaimana nanti kalau Benny mbambung (menggelandang), nekat karena merasa dikecewakan?” kata Sudomo.
Tiga minggu setelah SU MPR, waktu yang lama untuk menyusun kabinet di masa Orde Baru, susunan Kabinet Pembangunan IV akhirnya diumumkan. Nama Benny Moerdani muncul sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan (Menhankam).
“Saya baru tahu kembali dijadikan menteri setelah mendengar pengumuman di radio. Sebab saya sudah tidak pernah dihubungi Pak Harto, juga tidak lewat telepon, sejak saya sudah tidak lagi menjadi Panglima ABRI,” kata Benny Moerdani.
Tidak banyak yang tahu hubungan dekat Soeharto dengan Benny sudah berlangsung sejak sebelum kerusuhan 15 Januari 1974 (akrab disebut malapetaka 15 Januari 1974 alias malari).
Seusai malari, Soeharto memanggil pulang Benny Moerdani yang saat itu menjabat Konsul Jenderal RI di Korea Selatan.
Meski bukan tugasnya, Benny diminta ikut mengamankan kunjungan Soeharto ke Negeri Belanda, 4 September 1970. Pada saat itu ratusan demonstran sudah siap beraksi di depan Istana Rijswijk, Den Haag, lokasi pertemuan Ratu Beatrix dan Soeharto.
Kondisi saat itu cukup rawan karena sehari sebelum kunjungan, Kedubes RI di Amsterdam diserbu pengikut Republik Maluku Selatan (RMS).
Ternyata Benny punya solusi jitu yaitu memindahkan rute perjalanan rombongan Presiden Soeharto untuk menghindari para demonstran.
“Begini saja, arah jalan kita balik. Rombongan lewat jalan yang verboden (dilarang masuk)…” Alhasil para demonstran akhirnya hanya bisa menyaksikan dari jarak sangat jauh, terhalang Sungai Keisergracht, ketika mobil rombongan Soeharto melaju masuk Istana Rijswijk. (*)
*Dikutip dari buku ‘Benny, Tragedi Seorang Loyalis’, karya Julius Pour, Penerbit Kata Hasta Pustaka, Cetakan Keempat, Edisi Revisi, April 2009.
Baca juga: Foto Terpidana Mati Usman dan Harun Terpajang Khusus di Rumah Mochtar Kusuma-atmadja