TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasangan calon nomor urut 2, Denny Indrayana - Difriadi resmi melayangkan gugatan hasil Pemilihan Gubernur Kalimantan Selatan tahun 2020 pasca Pemungutan Suara Ulang (PSU) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Diketahui gugatan ini adalah kali keduanya melakukan gugatan ke MK setelah dua kali kalah di Pilgub.
Denny sebelumnya mengajukan gugatan hasil Pilgub Kalsel 2020 yang berujung pada putusan PSU di sejumlah wilayah Kalimantan Selatan.
Pengajuan gugatan ini dilakukan secara daring kepada pihak Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal MK, Senin (21/6/2021).
Permohonan sengketa tersebut tercatat dalam tanda terima permohonan pengajuan online nomor 26/PAN.ONLINE/2021.
Baca juga: Denny Indrayana Mau Gugat Lagi Pilgub Kalsel, Ini Kata KPU
Tertuang dalam permohonan, Pemohonnya adalah Denny Indrayana dan Difriadi selaku paslon Pilgub Kalsel tahun 2020.
Denny klaim memboyong 31 kuasa hukum "Tingkat Dewa" seperti Bambang Widjojanto, Heru Widodo, Donal Fariz, dan Febri Diansyah yang dikenal sebagai tokoh antikorupsi.
Adapun daftar pengacara lainnya yakni, Luthfi Yazid, Tareq Muhammad Aziz Elven, Iskandar Sonhadji, Iwan Satriawan, Dorel Almir, Heriyanto, Wigati Ningsih, Zamrony, Harimuddin, Muhammad Raziv Barokah, Muhammad Irana Yudiartika, dan Muhammad Mustangin.
"Tidak ada negosiasi, tidak ada transaksi, yang ada hanyalah perjuangan sekuat tenaga atas mandat rakyat yang kami emban, serta ikhtiar terus tanpa henti untuk mendapatkan keadilan pemilu yang Luber, Jurdil, dan Demokratis, tanpa politik uang," kata Denny dalam keterangannya, Senin (21/6/2021).
Lewat gugatan ini, pihak Denny - Difriadi menilai pelaksanaan PSU Pilgub Kalsel yang digelar pada 9 Juni 2021 lalu telah dipenuhi kecurangan yang lebih terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Kuasa hukum Denny - Difriadi, Bambang Widjojanto menyatakan berbagai kecurangan berupa politik uang dan bentuk lain nyaris lengkap dan sempurna. Bentuk kecurangan itu juga terjadi secara lebih besar dan terorganisir.
"Pelaksanaan PSU 9 Juni 2021 dipenuhi dengan kecurangan yang LEBIH terstruktur, lebih sistematis, dan lebih masif berupa politik uang dan berbagai bentuk kecurangan lainnya yang nyaris lengkap dan sempurna, sehingga nyata-nyata melanggar prinsip Luber Jurdil, dan demokratis secara lebih dahsyat, lebih terorganisir dan lebih terang-benderang," ujar Bambang yang juga mantan pimpinan KPK.