TRIBUNNEWS.COM - Pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Dr Agus Riwanto mengatakan jika wacana presiden tiga periode dilakukan maka akan menghambat regenerasi kepemimpinan politik.
Agus mengungkapkan, jabatan tiga periode tersebut nantikan akan menyebabkan keterlambatan sirkulasi pemimpinan politik selama 15 tahun.
"Secara prinsip sebenarnya kalah presiden jabatannya tiga kali atau 15 tahun, itu berarti akan menghambat regenerasi kepemimpinan politik."
"Berarti ada keterlambatan sirkulasi, kepemimpinan politik kita mandek selama 15 tahun," kata Agus kepada Tribunnews.com, Selasa (22/6/2021).
Baca juga: Pimpinan MPR Bantah Ada Pembicaraan Jabatan Presiden 3 Periode dengan Pihak Istana
Publik pun tidak akan bisa mendapatkan alternatif sosok pemimpin-pemimpin baru.
Selain itu jabatan presiden selama tiga periode atau 15 tahun ini juga akan memundurkan demokrasi Indonesia.
"Jadi publik tidak disodori oleh alternatif pemimpin-pemimpin baru."
"Selain itu memundurkan demokrasi kita," tambah pria yang juga Direktur Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum UNS.
Baca juga: Wacana Masa Jabatan Presiden 3 Periode, Pimpinan MPR : Sampai Saat Ini Tidak Ada Pembicaraan
Jabatan Presiden 2 Periode Dilakukan untuk Beri Alternatif Pemimpin Baru
Menurut Agus dua kali jabatan presiden selama 10 tahun ini dilakukan guna memberi ruang agar ada sirkulasi untuk kekuasaan bisa berganti.
Selain itu publik juga bisa diberikan alternatif baru dan pemimpin-pemimpin politik yang baru.
"Sepuluh tahun atau dua kali jabatan presiden itu untuk memberi ruang supaya ada sirkulasi kekuasaan berganti."
"Sehingga publik diberi alternatif-alternatif baru, pemimpin-pemimpin politik baru," ungkap Dosen FH UNS ini.
Baca juga: Kritik Wacana Referendum Presiden Tiga Periode, HNW: Itu Juga Inkonstitusional
Kebebasan Berekspresi Dibatasi oleh Konstitusi
Diberitakan sebelumnya, menanggapi adanya dukungan pada Jokowi untuk menjabat Presiden selama tiga periode, Dr Agus Riwanto menilai jika dukungan tersebut sah-sah saja diberikan.
Karena itu merupakan bentuk dari kebebasan berekspresi yang dimiliki oleh semua orang.
Namun tetap saja, kebebasan berekspresi ini dibatasi oleh konstitusi.
"Setiap orang itu bebas mengekspresikan pendapatnya ya, termasuk orang yang mengusulkan supaya Jokowi bisa menjabat atau mencalonkan diri sebagai presiden untuk periode yang ketiga."
"Bebas-bebas saja karena bagian dari berekspresi. Hanya saja kebebasan berekspresi itu kan dibatasi oleh konstitusi," kata Agusnya, Selasa (22/6/2021).
Baca juga: Presiden 3 Periode, Gerindra: Saat Ini yang Diperlukan Menekan Laju Covid, Bukan Amandemen UUD 1945
Wacana Presiden 3 Periode Bertentangan dengan Konstitusi
Lebih lanjut, Agus pun mengungkapkan jika membaca ketentuan di Pasal 7 UUD 1945 hasil amandemen pertama, sudah dijelaskan bahwa presiden hanya bisa menjabat selama dua kali masa jabatan.
Setelahnya presiden tidak bisa dipilih kembali.
Artinya, siapapun yang sudah menjabat selama dua kali sebagai presiden, tidak diperbolehkan untuk mencalonkan kembali.
Karena itu adalah prinsip dasar dari konstitusi.
Baca juga: Deretan Tokoh yang Menolak Wacana Presiden 3 Periode, Ada Mahfud MD, Anwar Abbas dan Relawan PROJO
"Kalau kita baca ketentuan di pasal 7 UUD 1945, hasil amandemen pertama itu. Sudah jelas bahwa presiden hanya dapat menjabat selama dua kali masa jabatan. Setelah itu tidak boleh dipilih kembali."
"Jadi pagarnya berekspresi itu adalah konstitusi. Artinya tidak boleh siapapun yang sudah menjabat dua kali sebagai presiden itu kemudian mencalonkan kembali. Itu prinsip dasar konstitusi," terang Agus.
Untuk itu jika seseorang menginginkan kembali untuk menjadi presiden setelah dua periode, maka itu adalah tindakan inkonstitusional.
Karena tindakan tersebut bertentangan dengan konstitusi.
"Nah kalau seseorang itu ingin mencalonkan kembali sebagai presiden, maka secara konstitusional, itu inkonstitusional karena bertentangan dengan kosntitusi," kata dia.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani)