Saat akan dieksekusi pada 2011 silam, atau saat putusan Mahkamah Agung keluar, Hendra beserta istrinya telah pindah ke Singapura.
"Pada saat persidangan 26 September 2008, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat mengubah status tahanan terpidana, dari tahanan rutan menjadi tahanan kota," jelas Leonard.
"Dan sejak keluarnya putusan Mahkamah Agung pada 2010, terpidana sudah tidak ada di Indonesia. Terpidana beserta istrinya pindah ke Singapura," sambung dia.
Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Sunarta menjelaskan proses pemulangan Hendra.
"Sekitar pukul 19.40 WIB telah mendarat di Badara Soekarno Hatta pesawat Garuda Indonesia GA 837 yang membawa buronan kejaksaan terpidana atas nama Henda Subrata," kata Sunarta.
Hendra saat dijemput duduk di kursi roda, memakai topi dan makser putih serta rompi tahanan bewarna oranye.
Hendra menjadi buron setelah dijatuhi hukuman empat tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan dikukuhkan putusan Mahkamah Agung pada 2010.
Merujuk situs Mahkamah Agung, Hendra terbukti bersalah karena memukul Herwanto Wibowo menggunakan dumbel seberat dua kilogram. Korban dipukul di bagian kepala dan wajah hingga tak sadarkan diri.
Herwanto adalah pengusaha properti, yang mengalami cacat permanen pada Maret 2008 akibat ulah Hendra. Namun, ketika akan dieksekusi pengadilan, Hendra sudah melarikan diri.
Surat daftar pencarian orang kemudian diterbitkan dari Polda Metro Jaya berdasarkan surat dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat pada 28 September 2011.
Selama 10 tahun Hendra menghilang dan tidak pernah menjalani hukumannya.
Hendra kemudian ditangkap otoritas Imigrasi Singapura ketika hendak memperpanjang paspor palsu pada 2018. Setelah menjalani masa hukuman di Singapura, ia baru bisa dipulangkan ke Indonesia.
"Buronan atas nama Hendra Subrata alias Endang Rifai, terlaksana berkat kecermatan dan kesungguhan KBRI Singapura dalam menindaklanjuti kecurigaan dan fungsi KBRI Singapura mengenai identitas paspor WNI," ujar Sunarta.(Tribun Network/den/gen/wly)