TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberikan lampu hijau obat Ivermectin untuk menjalani uji klinik sebagai obat Covid-19.
Penyerahan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) dilakukan Kepala BPOM Penny K Lukito kepada Balitbang Kementerian Kesehatan yang langsung disaksikan Menteri BUMN Erick Thohir dalam konferensi pers virtual Senin(28/6).
"Tentunya dengan penyerahan PPUK ini uji klinik terhadap obat Ivermectin sebagai obat covid 19 segera dilakukan," ujar Penny.
Baca juga: Gubernur Banten Wahidin Halim Positif Covid-19, Begini Kondisinya
Penny menjelaskan, Badan POM sudah mengeluarkan izin penggunaan atau izin edar sebagai indikasi infeksi cacingan yang diberikan dalam dosis-dosis tertentu.
"Kami sudah menyampaikan informasi bahwa ivermectin ini obat keras yang didapat dengan resep dokter," ungkap dia.
Ia melanjutkan, namun data-data epidemiologi global merekomendasikan bahwa Ivermectin ini digunakan dalam penanggulangan Covid-19 dan ada guideline dari WHO dikaitkan dengan Covid-19 treament yang merekomendasikan bahwa Ivermectin dapat digunakan dalam kerangka uji klinik.
"Pendapat yang sama juga diberikan oleh beberapa otoritas obat dalam kategori sistem regulator yang baik seperti US FDA dan EMA dari Eropa. Namun memang data uji klinik masih harus terus kita kumpulkan, di mana pada saat ini belum konklusif untuk menunjang penggunaannya untuk Covid-19," terang perempuan berhijab ini.
Baca juga: Kesal dan Tak Sabar Dampingi Belajar Online, Seorang Ibu Tega Aniaya Anaknya Pakai Sapu Ijuk
Untuk itu, Badan POM memberikan rekomendasi WHO untuk memfasilitasi segera pelaksanaan uji klinik yang diinisiasi oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan, sehingga akses masyarakat untuk obat Ini bisa juga dilakukan segera secara luas dalam pelaksanaan untuk uji klinik.
Tentunya pertimbangan dengan pemberian persetujuan uji klinik dari BPOM disertai dengan adanya dukungan publikasi metaanalisis dari beberapa hasil uji klinik yang sudah berjalan dengan metodologi yang sama yang dapat terpercaya yaitu randomized control trial atau acak kontrol.
Di samping itu juga sudah ditekankan pada data keamanan Ivermectin untuk indikasi utama yang menunjukkan adanya toleransi yang baik sesuai dengan ketentuan tentunya apabila diberikan.
"Serta adanya jaminan keselamatan serta uji klinik karena ivermectin ini dapat digunakan bersama dengan obat standar Covid-19 lainnya," tegas Penny.
Penny juga meminta masyarakat agar tidak membelinya secara bebas apalagi melalui platform online.
"Untuk hati-hati juga dalam hal ini, kami mengimbau kepada masyarakat dengan adanya pelaksanaan uji klinik, maka masyarakat agar tidak membeli obat Ivermectin secara bebas termasuk melalui platform online secara ilegal," ujar Penny.
Hal ini dikarenakan obat Ivermectin termasuk dalam kategori obat keras. Sehingga perlu menggunakan resep atau rekomendasi dari dokter.
Masyarakat yang mendapatkan resep dokter untuk Ivermectin agar membeli di fasilitas pelayanan kefarmasian yang resmi, seperti apotek dan rumah sakit.
Menteri BUMN, Erick Thohir, melalui Instagram pribadinya juga mengimbau hal yang sama kepada masyarakat. "Harap diingat, Ivermectin tergolong obat keras dan harus digunakan dengan resep serta pengawasan dokter. Jadi, jangan sekali-kali mengkonsumsi obat ini tanpa resep dokter," kata Erick.
Ivermectin yang digunakan tanpa indikasi medis dan tanpa resep dokter dalam jangka waktu panjang dapat mengakibatkan efek samping. Di antaranya adalah nyeri otot atau sendi, ruam kulit, demam, pusing, sembelit, diare, mengantuk, dan Sindrom Stevens-Johnson.
Baca juga: Bisa Obat Murah Covid-19, Ivermectin Jalani Uji Klinik di BPOM
Pakar kesehatan dan akademisi Prof Ari Fahrial Syam SpPD-KGEH meminta masyarakat tak buru-buru membeli obat Ivermectin yang disebut-sebut sebagai obat Covid-19.
Ari mengatakan, sampai saat ini obat tersebut untuk indikasi sebagai obat cacing, berdasarkan izin edar yang terdaftar di BPOM.
"Obat cacing yang beredar selama ini merupakan dosis tunggal jadi bukan obat yang dikonsumsi setiap hari," ujar Prof Ari dalam video penjelasannya yang diterima Tribun.
Prof Ari menerangkan, dalam cara kerjanya sebagai obat cacing, Ivermectin membunuh cacing secara langsung di saluran pencernaan.
"Ketika kontak dengan obat ini maka cacing itu akan mati itu dan Ivermectin juga digunakan untuk berbagai macam parasit-parasit yang lain," jelasnya.
Menurut Ari populernya obat tersebut untuk penggunaan Covid-19, karena didasari penelitian in Vitro.
Penelitian in Vitro sendiri adalah penelitian yang baru dilakukan di tingkat sel, istilahnya masih praklinik belum masuk uji klinik.
"Dari situ disebutkan bahwa memang Ivermectin itu bisa menghambat kerja dari virus Sar-Cov 2. Tapi sekali lagi kalau masuk in Vitro kan kita belum tahu ini berapa dosis yang tepat untuk digunakan ketika ini pada animal atau bahkan pada manusia ketika manusia tersebut mengalami infeksi Covid-19," ungkap guru besar FKUI ini.
Baca juga: Daerah Pelosok dan Terluar Bisa Belajar Tatap Muka, Sekolah Perkotaan Sulit, Banyak Zona Merah
Ari menyatakan, masyarakat harus ingat sampai saat ini obat Ivermectin masih sebagai obat cacing.
Ada beberapa efek samping pada pasien-pasien Ivermectin ini, seperti mual, muntah, nyeri ulu hati, bahkan juga diare sakit kepala.
"Dan kalau dikonsumsi dalam jumlah yang besar dengan jangka panjang tentu yang paling terganggu adalah liver. Jadi bisa menyebabkan kerusakan pada liver," kata dia.
Ia mengimbau kepada masyarakat untuk jangan terburu-buru untuk membeli obat ini apabila tujuannya adalah untuk pencegahan atau bahkan untuk mengobati covid-19.
"Tapi kalau masyarakat ingin mengkonsumsi ini untuk sebagai obat cacing ya silakan tidak ada masalah. Tapi sekali lagi tentu ada hal-hal yang harus diperhatikan Apakah memang ada riwayat alergi sebelumnya dan juga harus mengantisipasi efek samping yang timbul ketika mengkonsumsi tersebut," ujar Prof.Ari. (Tribun Network/ais/rin/wly)