Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Pengurus Centra Initiative, Al Araf, menilai proses pergantian Panglima TNI ke depannya cukup diangkat oleh Presiden tanpa perlu persetujuan DPR.
Al Araf mengatakan proses pergantian Panglima TNI merupakan hak prerogatif presiden dan harus diuji dengan pertimbangan dari DPR RI.
Namun demikian, kata dia, selama ini dalam proses pergantian panglima TNI ataupun Kapolri, DPR tidak pernah menyatakan tidak terhadap calon yang disampaikan presiden.
Padahal menurutnya DPR harus bersikap kritis terhadap calon panglima yang diajukan ke DPR.
Namun demikian, faktanya hal itu tidak terjadi sehingga persetujuan tersebut menjadi lebih banyak bobot politisnya.
Akibatnya, kata dia, proses tersebut menempatkan TNI dan Polri dalam ruang politik dalam kontestasi di parlemen.
Baca juga: Pola Rotasi Antarmatra Dinilai Lebih Baik Dalam Proses Pergantian Panglima TNI
Hal tersebut disampaikan Al Araf dalam Diskusi Publik bertajuk "Menakar Kandidat Panglima TNI: Peluang, Hambatan, dan Tantangan Militer Indonesia" yang disiarkan di kanal Youtube Historia HMI pada Rabu (7/7/2021).
"Sebenarnya idealnya sih pergantian Panglima TNI ke depan cukup diangkat presiden, nanti parlemen yang bertugas melakukan pengawasan terhadap implementasi kerja yang dilakukan Panglima TNI," kata Al Araf.
Namun demikian ia menyadari perlunya ruang buat publik untuk menilai proses pergantian Panglima TNI.
Namun demikian, selama ini proses tersebut lebih banyak buruknya karena dilakukan dengan memberikan ruang parlemen yang menempatkan TNI atau Polri pada ruang politik.
Baca juga: Panglima TNI Ingatkan 700 Capaja TNI-Polri Tidak Tenggelam di Dunia Digital Sehingga Lupakan Tugas
Akhirnya yang terjadi, kata dia, proses pergantian Panglima TNI, Kapolri, adalah proses-proses yang penuh dengan transaksional akhirnya di DPR.
Itulah sebabnya, kata dia, DPR menjadi sulit melakukan fungsi pengawasan karena DPR yang sejak awal memilih Panglima dan Kapolri.
"Kemudian ketika terjadi masalah maka sulit bagi dia (DPR) untuk melakukan kontrol, karena dia juga yang mengangkat dan memilih, sehingga pengawasannya menjadi lebih rumit. Maka ke depan sih oleh Presiden saja, DPR tugasnya mengawasi," kata Al Araf.