TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo merasa tuntutan tim jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diberikan kepadanya sangat berat.
Mengingat kini usia terdakwa perkara suap ekspor benih bening lobster atau benur sudah menginjak 49 tahun.
Ditambah lagi Edhy mengaku memiliki tiga anak yang masih membutuhkan pengasuhan.
"Saya sampaikan bahwa pada saat ini saya sudah berusia 49 tahun, usia dimana manusia sudah banyak berkurang kekuatannya untuk menanggung beban yang sangat berat," ucap Edhy saat membacakan pleidoi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (9/7/2021).
"Ditambah lagi saat ini saya masih memiliki seorang istri yang sholeha dan tiga orang anak yang masih membutuhkan kasih sayang seorang ayah," tambahnya.
Baca juga: Bacakan Pledoi, Edhy Prabowo Minta Maaf Kepada Jokowi dan Prabowo Subianto
Jaksa KPK menuntut Edhy dihukum penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp400.000.000 subsidair 6 bulan kurungan.
Ia juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp9.648.447.219 dan sebesar 77.000 dolar AS subsidair 2 tahun penjara.
"Sangat berat," ucap Edhy.
Apalagi, menurutnya, tuntutan tersebut didasarkan atas dakwaan yang sama sekali tidak benar dan fakta-fakta yang sangat lemah.
"Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan kali ini saya menyampaikan pembelaan saya atas dakwaan dan tuntutan yang disampaikan penuntut umum," kata Edhy.
Indonesia Corruption Watch (ICW) sebelumnya menilai tuntutan hukum kepada Edhy Prabowo sebagai penghinaan terhadap rasa keadilan masyarakat. ICW menilai tuntutan hukuman itu kelewat rendah.
“Benar-benar telah menghina rasa keadilan,” kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Rabu (30/6/2021).
Kurnia menyamakan tuntutan itu dengan tuntutan seorang kepala desa di Kabupaten Rokan Hilir Riau yang terbukti melakukan korupsi sebesar Rp399 juta pada akhir 2017.
Padahal, menurut Kurnia, KPK bisa menuntut Edhy dengan hukuman maksimal hingga seumur hidup penjara.
Ia menimbang banyaknya duit yang diduga dikorupsi Edhy.
Terlebih, kasus dugaan korupsi itu dilakukan saat pandemi Covid-19.
“Majelis hakim sebaiknya mengabaikan tuntutan jaksa, lalu menjatuhkan vonis maksimal,” kata Kurnia.