Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan akan terus mendukung praktik baik dalam implementasi registrasi Kartu Perdana provider selular.
Fokusnya adalah menolak kartu perdana yang dijual dengan sudah ada namanya atau didaftarkan toko maupun counter.
Dirjen Zudan mengajak masyarakat membangun ekosistem telekomunikasi yang lebih sehat dengan menggelorakan penjualan kartu prabayar yang betul-betul kosong atau kartu yang belum ada nama penggunanya.
Baca juga: Temuan Dukcapil Mengejutkan, Satu NIK KTP Dipakai Registrasi 403 Kartu Prabayar
Baca juga: Rawan Digunakan untuk Penipuan, Kominfo Larang Penjualan Kartu SIM dalam Keadaan Aktif
“Bagi masyarakat yang membeli kartu perdana harus betul-betul mengisi nama, NIK dan nomor KK sendiri,” kata Zudan dalam keterangannya, Sabtu (10/7/2021).
Zudan mengatakan Praktik baik dalam registrasi kartu perdana ini, demi kemudahan dalam berkomunikasi sosial dan bertransaksi ekonomi.
Termasuk transaksi politik yang kedepan bisa jadi melalui elektronik voting yang berbasis kartu prabayar atau dengan nomor ponsel.
“Ini seiring dengan cita-cita nasional membangun single identity number dengan menggunakan segala sesuatu secara lebih bertanggung-jawab untuk keutuhan dan keselamatan bangsa," katanya.
Dirjen Kemendagri itu mengatakan, saat ini sudah 3.707 lembaga pusat dan daerah yang menandatangani perjanjian kerja sama pemanfaatan data kependudukan Dukcapil.
Dari 10 pengakses data terbesar untuk verifikasi, lima di antaranya adalah provider seluler, diantaranya Telkomsel, XL Axiata, Indosat, Hutchison 3, dan Smartfren.
Berdasarkan data Dukcapil hingga 14 Juni 2021, sudah 6,2 miliar kali data kependudukan diakses seluruh lembaga pengguna untuk verifikasi.
Khusus untuk perusahaan kartu prabayar, hingga 7 Juli sudah sebanyak 2,6 miliar kali data NIK diakses.
Jumlah ini terdiri Hit NIK dan No. KK berhasil diverifikasi sebanyak 1,9 miliar kali, NIK tidak ditemukan 381 ribu kali, NIK dan No. KK tidak sesuai sebanyak 300 ribu kali.
Zudan menjelaskan, sekarang untuk akses verifikasi data Dukcapil masih gratis, tetapi ke depan kemungkinan akan berbayar.
Dukcapil saat ini sedang berkoordinasi dengan Kemenkeu dan Kementerian Hukum dan HAM.
Zudan menyebutkan, kolaborasi Dukcapil dan Kominfo sudah berlangsung sangat intensif lebih dari 5 tahun yang lalu.
Andai sekali akses verifikasi yang berhasil berbiaya Rp 1000, maka Dukcapil sudah mensubsidi dunia telko sebesar Rp 1,9 triliun selama 5 tahun lebih.
“Angka 1.000 itu sekadar asumsi saja, ke depan kita belum tahu apakah akan berbayar 500, 1.000 atau 2.000 rupiah per sekali akses berhasil," urai Zudan.