TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Membangun optimisme merupakan jawaban atas berbagai persoalan dalam menghadapi pandemi covid-19, terutama menghadapi lonjakan kasus baru yang terjadi belakangan ini.
Optimisme tersebut perlu diwujudkan dalam tindakan nyata melalui kesadaran untuk hidup dalam kondisi kenormalan baru.
Demikian benang merah dari diskusi bertajuk "Optimisme di Tengah Ketidakpastian" yang diselenggarakan oleh Forum Diskusi Denpasar 12, di Jakarta, Rabu (14/7/2021).
Diskusi mingguan yang digelar setiap Rabu itu mengahadirkan empat narasumber yakni Prof. Dr. Hingky Hindra Irawan Satari (Tim Pakar Satgas Covid-19), Prof. Dr. Komaruddin Hidayat (Pendidik/Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia), Ratih Ibrahim, S.Psi, MM (Psikolog/Founder Personal Growth), dan Windhu Purnomo, Ph.D (Epidemiolog/Universitas Airlangga).
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat menyampaikan kata pengantar, mengakui bahwa membangun optimisme dalam keadaan yang penuh dengan ketidakapstian tentu tidak mudah.
Baca juga: Presiden Singgung Soal Kesenjangan Vaksin di Sidang PBB: Dunia Harus Segera Pulih dari Pandemi
Oleh karena itu, perlu pemahaman dan kesadaran yang mendalam dalam menghadapi kompleksitas persoalan pandemi yang sedang terjadi.
"Sangat manusiawi bila terjadi kelelahan, ketidaknyamanan, bahkan kebingungan-kebingungan di kalangan masyarakat yang bisa berujung pada kemarahan, tetapi kita harus berupaya untuk bisa mengendalikan kemarahan itu," tegas politikus Partai NasDem yang akrab disapa Rerie itu.
Kemarahan, imbuhnya, bisa terjadi karena situasi, bisa juga karena anggapan-anggapan bahwa ada tindakan yang seharusnya sudah dilaksanakan tetapi belum dilaksanakan, serta berbagai persoalan lain, termasuk persoalan kesehatan fisik dan psikis masyarakat.
"Karena secara jujur harus kita akui, kita berhadapan pada suatu situasi yang tidak bisa kita kendalikan sama sekali," ujar Rerie.
Situasi tersebut, tambah anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai NasDem itu, diperparah oleh berbagai hoaks, rumor, bahkan ada agenda-agenda politik tertentu yang diduga turut menumpangi masalah yang sedang dihadapi saat ini.
Namun, menurut Rerie, bangsa Indonesia punya nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tuggal Ika yang menjadi tameng untuk menghadapi persoalan-persoalan itu.
"Mari kita bersama-sama menghadapi musibah ini dengan penuh optimisme. Saya percaya pada waktunya badai pasti berlalu dan ada matahari terang di ujung sana. Bersama kita bisa, bersama-sama kita akan muncul sebagai pemenang dan mencatat sejarah bahwa bangsa kita mampu mengalahkan covid-19," tegas anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu.
Hingky Hindra Irawan Satari, antara lain menyoroti soal pentingnya data untuk menyokong langkah-langkah penanggulangan pandemi covid-19, karena kelengkapan data akan sangat menentukan arah kebijakan dan hasil yang dicapai dalam menghadapi wabah virus korona di Tanah Air.
Oleh karena itu, sangat berbahaya bila orang berbicara panjang lebar tentang pandemi tanpa didukung data yang lengkap dan valid," tandasnya.
Selain itu, kata dia, seluruh elemen bangsa ini harus melihat pandemi sebagai masalah kita bersama, bukan masalah pemerintah. "Pandangan keliru semacan itu masih banyak menghantui masyarakat. Ini berbahaya, karena virus terus bermutasi, tapi rakyat tidak bermutasi."
"Jangan saling menyalahkan atau mencari siapa yang salah, tapi sama-sama mencari jalan keluar. Contoh-contoh daerah yang berhasil tangani covid adalah champions yang perlu diikuti daerah lain. Juga, jangan hanya banyak bicara tapi harus lebih banyak bekerja," tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Komaruddin Hidayat mengakui bahwa semua negara sama-sama bingung dan melakukan trial and error dalam menghadapi pandemi covid-19.
Tapi bila dilihat dari sisi angka, jumlah kematian sangat kecil bila dibandingkan angka kesembuhan, baik di tingkat nasional maupun global.
"Karena itu, tidak perlu cemas dan takut berlebihan, tapi sebaliknya kita harus opitimistis bahwa yang sehat akan menang," ujarnya.
Ratih Ibrahim, menambahkan, kecemasan yang intes, bahkan ada yang depresi karena pandemi, perlu pendampingan psikologis terutama di kalangan generasi muda yang masih labil dalam menghadapi persoalan.
Mereka perlu diberikan pemahaman yang benar dan luas tentang kenormalan baru.
"Perlu pendekatan dengan bahasa-bahasa yang positif melalui berbagai cara seperti pelatihan, diskusi ilmiah agar ancaman kesehatan fisik oleh virus korona tidak menjalar ke kesehatan psikis. Tentu upaya itu perlu kerja sama dan dukungan lintas lembaga," cetusnya.