TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rohadi divonis 3,5 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Rohadi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan sejumlah tindakan korupsi sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum dalam dakwaan kesatu, subsider kedua, ketiga, dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pada dakwaan keempat.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan dan pidana denda Rp300 juta subsider 4 bulan," kata Ketua Mejelis Hakim Albertus Usada dalam sidang putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (14/7/2021).
Baca juga: Anggota Majelis Hakim Sakit, Sidang Putusan Rohadi Ditunda
Rohadi yang disebut sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) tajir ini terbukti melanggar sejumlah pasal.
Diantaranya Pasal 12 huruf a, Pasal 11, Pasal 12 B Undang - Undang Tindak Pidana Korupsi, dan Pasal 3 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dalam penjatuhan putusannya, majelis menimbang hal memberatkan dan meringankan.
Untuk hal yang memberatkan, Majelis Hakim menyatakan perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan KKN.
Sedangkan hal meringankan, terdakwa bersikap kooperatif selama menjalani proses peradilan, terdakwa juga dinilai sudah berterus terang dalam memberi keterangan di persidangan.
Terdakwa juga telah menyatakan mengakui bersalah, dan terdakwa saat ini menjadi tulang punggung keluarga.
"Terdakwa bersikap kooperatif dalam menjalani proses peradilan, terdakwa berterus terang memberikan keterangan di persidangan, terdakwa menyatakan mengaku bersalah," ucap Albertus.
Dalam perkara ini, PNS Mahkamah Agung (MA) Rohadi didakwa menerima suap dengan total Rp4.663.500.000 (Rp4,6 miliar), kemudian gratifikasi dengan nilai Rp11.518.850.000 (Rp11,5 miliar).
Uang - uang itu diperuntukan sebagai ongkos mengurus sejumlah perkara di lembaga peradilan, baik di tingkat banding maupun kasasi di Mahkamah Agung (MA).
Rohadi menerima suap dalam jabatannya selaku panitera pengganti sebesar Rp1.210.000.000 dari Robert Melianus Nauw dan Jimmy Demianus Ijie, yang diterima melalui perantaraan Sudiwardono terkait pengurusan perkara.
Kemudian ia juga menerima suap dalam jabatannya selaku panitera pengganti, masing-masing dari Jeffri Darmawan melalui perantaraan Rudi Indawan sebesar Rp110 juta, dari Yanto Pranoto melalui perantaraan Rudi Indawan sebesar Rp235 juta, dari Ali Darmadi sebesar Rp1.608.500.000, serta dari Sareh Wiyono sebesar Rp1,5 miliar terkait pengurusan perkara.
Rohadi lantas menerima gratifikasi dalam jabatannya selaku panitera pengganti, dengan jumlah total sebesar Rp11.518.850.000 yang ditransfer oleh pihak-pihak lain.
Sedangkan terkait perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Rohadi didakwa mencuci uang hasil suapnya sejumlah Rp40.598.862.000 (Rp40,5 miliar).
Tindakan TPPU yang dilakukan berupa menukarkan uang (valas), menempatkan dan mentransfer di rekening, membelanjakan untuk pembelian sejumlah properti tanah dan bangunan, serta mobil, maupun perbuatan lain dalam rangka menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaannya hasil dari tindak pidana korupsi yang dilakukannya.