Kedua adalah memasukkan para UMKM ke rantai pasok industri yang lebih besar.
Namun, kendalanya adalah industri besar umumnya memberikan persyaratan yang sama rata bagi usaha mikro, kecil, dan menengah sehingga hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi usaha mikro masuk ke rantai pasok industri besar.
Selain itu, Ekonom Universitas Indonesia Berly Martawardaya mengatakan bahwa tantangan lain yang dimiliki industri makanan adalah soal sertifikat BPOM.
“Untuk produk-produk makanan, kalau tidak punya sertifikat BPOM tidak bisa masuk supermarket. Biarpun dikasih dana sebanyak apa pun tidak bisa masuk juga,” ujar Berly.
Yang ketiga adalah digitalisasi.
“Kalau UMKM sudah on boarding digital, itu artinya UMKM bisa naik kelas,” ujar Wientor.
Yang berikutnya adalah mendorong sebanyak mungkin para UMKM atau individu yang terkena dampak pandemi untuk masuk ke sebuah skema ekosistem penjualan secara digital yang dibuat oleh SMESCO, yaitu SMESCO Indonesia Retail Network.
“Ini seperti platform dropshipping atau reseller yang 100 persen bisa dilakukan dari rumah. Semua bisa masuk ke situ karena SMESCO adalah layanan pemasaran. Tugas kami memang membuka akses pasar terhadap produk-produk UMKM,” ujar Wientor.(*)