“Gugatan ini goalnya adalah supaya pemerintah menerapkan PSBB dan memberikan ruang ekonomi rakyat berjalan.”
“Konsekuensinya prokes diperketat, kerumunan dibubarkan. Supaya kesehatan dan ekonomi bisa berjalan.”
“Sebab kegagalan PSBB karena operasi prokes di tingkat bawah anget-anget tai ayam,” ungkap Sholeh.
Baca juga: Pengusaha Rental Mobil Sebut Makin Lama Penerapan PPKM Darurat Dampaknya Semakin Buruk
Masih Cari Terobosan
Sementara itu, menanggapi permintaan untuk menggugat PPKM Darurat, Sholeh menyebut masih mencari terobosan hukum yang pas.
Ia menyebut ada sejumlah kesulitan yang dihadapi.
"Kalau (aturan) itu digugat di PTUN, karena instruksi dibuat Mendagri, kan harus ke Jakarta, tentu itu susah karena kita di Surabaya," ungkapnya.
Kesulitan kedua, kata Sholeh, harus melewati pengajuan keberatan kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Baca juga: Pengamat Nilai Pemerintah Perlu Hati-hati Longgarkan PPKM Darurat, Pastikan Pandemi Sudah Terkendali
Kalau ditolak, harus mengajukan banding keberatan ke Presiden.
"Setidaknya butuh 24 hari baru boleh mengajukan ke PTUN, keburu PPKM buyar (sudah tidak ada)," ungkapnya.
Namun jika tidak digugat, Sholeh menyebut tidak ada jaminan PPKM Darurat tidak dilanjutkan lagi pada pekan depan.
"Saya ingin ambil jalan tengah, saya tetep mencari terobosan hukum, bagaimana bisa digugat di Surabaya, pemerintah pusat kena, pemerintah provinsi kena, pemerintah kota kena, supaya bisa jalan semua, supaya ini bagian dari kritikan pemerintah supaya jalan tengah tetap ada," ungkap Sholeh.
Sebut PPKM Tak Ada Dasar
Sementara itu, Sholeh menyebut sejak awal mempelajari kebijakan PPKM, ia tidak menemukan rujukan dasar hukumnya.