Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bank Dunia dalam laporan World Bank Country Classifications by Income Level: 2021-2022 menunjukkan bahwa pandemi Covid-19 menyebabkan penurunan pendapatan per kapita hampir semua negara di dunia, termasuk Indonesia.
Dalam laporan tersebut, pendapatan per kapita Indonesia turun dari 4.050 per dolar AS di 2019 menjadi 3.870 per dolar AS di 2020.
Anggota Komisi XI Misbakhun mengatakan, sebenarnya Indonesia bisa saja 'naik kelas' lagi menjadi negara berpendapatan menengah atas dengan syarat ekonomi tumbuh minimal 7 persen.
"Bagaimana kita supaya 'naik kelas' lagi? Ekonomi kita harus tumbuh di atas 7 persen, mampu tidak? Instrumen kita mampu tidak? Momentum transformasi benar terjadi?" ujarnya dalam acara "Live Talkshow: Indonesia Turun Kelas Versi Bank Dunia" yang diselenggarakan Tribun Network, Rabu (21/7/2021).
Baca juga: DPR Ingatkan Pemerintah, Waspadai 2 Hal Dampak Krisis Akibat Pandemi
Adapun, masalah awal dari sisi pemerintah saat ini setelah pandemi usai adalah mengalami situasi booming harga komoditas, termasuk minyak di dalamnya.
Pada saat pandemi ini, kata Misbakhun, Indonesia mendapatkan berkah dari adanya perang dagang China dengan Amerika Serikat (AS) diikuti sekutunya.
China tidak mau membeli barang komoditas dari sekutu AS yakni Australia, sehingga membuat harga batu bara Indonesia naik.
Tidak hanya batu bara, Bhima menjelaskan, Negeri Tirai Bambu juga membeli komoditas sawit dan karet dari Indonesia.
Masalahnya adalah jangan sampai kesalahan periode booming komoditas era 1980-an kembali terulang sekarang dengan melupakan pengembangan industri manufaktur.
Jika tidak mampu untuk merespons secara bijak kenaikan harga komoditas, maka diyakini Indonesia dapat terjebak situasi middle income trap atau jebakan negara berpendapatan menengah.
Sebagai contoh, lanjut Misbakhun, negara yang berhasil keluar dari middle income trap adalah Jepang pasca perang dunia II dengan mendorong industrialisasi.
Selain itu, ada Korea Selatan yang setelah perang tahun 1950, berikutnya di 1955 sudah keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah.
Namun, yang perlu pemerintah pelajari lebih mendalam adalah China dengan 1 miliar penduduk atau lebih banyak dari Indonesia juga dapat keluar dari jebakan middle income trap.
"Mereka (China) genjot dulu melalui ekspansi belanja negara. Nah permasalahannya bagaimana memberikan reaksi penurunan peringkat (Bank Dunia) ini, sehingga Indonesia tidak menjadi terjebak situasi middle income trap," pungkas Misbakhun.