TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim kuasa hukum mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara, Maqdir Ismail menyesalkan tuntutan hukuman 11 tahun penjara yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kliennya.
Menurutnya, tuntutan tersebut sangat berat dan tidak sesuai fakta persidangan.
"Iya terlalu berat apalagi itukan tidak berdasarkan fakta persidangan. Misalnya menyangkut uang, uang itu di dalam fakta sidang pengakuan saksi hanya sekitar 6 koma sekian miliar tetapi kan mereka anggap terbukti 32 (Rp 32 miliar). Itu saja sudah tidak sesuai fakta sidang," kata Maqdir, Rabu (28/7/2021).
Maqdir mengutarakan, Jaksa KPK melebih-lebihkan dalam pembacaan tuntutan.
Dia menganggap, saksi dari PT Pangan Digdaya tidak pernah dihadirkan ke persidangan, tetapi justru dibacakan dalam nota tuntutan.
"Jadi ini terlalu banyak yang kita sesalkan," cetus Maqdir.
Baca juga: Jaksa KPK Tuntut Eks Mensos Juliari Batubara Dihukum 11 Tahun Penjara
Maqdir memastikan, kliennya secara pribadi maupun tim kuasa hukum akan mengajukan nota pembelaan atau atau pledoi pada agenda persidangan selanjutnya.
Pihaknya akan menguraikan fakta persidangan dalam nota pembelaan.
"Pasti terutama akan kita persoalkan soal isi daripada tuntutan, kalau behubungan fakta yang berhubungan dengan uang apalagi misal tiga orang yang dianggap penerima awal atau perpanjangan tangan Pak Ari mereka di depan persidangan mengatakan nggak pernah ada uang, itu artinya kan ada empat orang yang mengatakan tidak ada uang. Kemudian ada dua orang yang mengatakan ada uang, ini kalau bicara logic aja kan nggak mungkin," papar Maqdir.
Maqdir memastikan, keterangan Juliari Batubara konsisten dalam proses persidangan.
Hal ini sudah dijelaskan Juliari sejak menjadi saksi untuk Ardian Iskandar Maddanatja dan juga Harry Van Sidabukke, yang merupakan terpidana pemberi suap pengadaan bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19.
"Keterangan Pak Ari itu konsisten dalam semua persidangan. Dia sebagai saksi perkara Harry dan Ardian, dalam perkara Joko dan Adi juga sama, dalam perkara beliau juga sama. Kalau orang mau bohong mustinya ada perbedaan," tegas Maqdir.