TRIBUNNEWS.COM - Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, ikut menanggapi laporan dari media asing, Bloomberg yang menyebut Indonesia jadi negara terburuk dalam menangani Pandemi Covid-19.
Dicky mengatakan, sebelum Bloomberg mengeluarkan data tersebut, ia telah lebih dulu memprediksi hal serupa.
Dalam prediksinya, Indonesia akan menjadi negara terakhir yang keluar dari pandemi Covid-19, dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia.
Baca juga: Tanggapan Pemerintah setelah Indonesia Disebut Negara Terburuk di Dunia dalam Menangani Covid-19
"Saya sudah sampaikan dari jauh hari, sayangnya prediksi ini tidak menjadi dasar strategi mitigasi."
"Dasar mengeluarkan estimasi ini untuk mencegah hal itu terjadi. Ternyata satu minggu analisa saya keluar, Blomberg juga mengeluarkan data," kata Dicky, dikutip dari tayangan Youtube tvOne, Sabtu (31/7/2021).
Dicky membeberkan, ada beberapa alasan obyektif mengapa Indonesia disebut sebagai negara terburuk dalam menangani Covid-19.
Baca juga: Virus Corona Varian Delta Disebut Menyebar Seperti Cacar Air
Namun, yang selalu disoroti Dicky dan menjadi dasar penanganan pandemi adalah kurangnya kapasitas Indonesia dalam melakukan testing, tracing, dan treatment atau 3T.
"Pertama yang selalu mendasar itu adalah di kapasitas kita untuk menemukan kasus infeksi, terutama 3T (testing, tracing, treatment)," ungkap Dicky.
Selain itu, Dicky menyebut, faktor negara kepulauan di Indonesia menjadi tantangan tersendiri dalam menangani Covid-19.
Pasalnya, dinamika kasus Covid-19 di setiap pulau di Indonesia bisa berbeda-beda.
Padahal, jika sejak awal dilakukan pencegahan yang sama, di setiap pulaunya, maka akan lebih mudah menanganinya.
Baca juga: Layanan Tebus Obat hingga Konsultasi Dokter Secara Gratis untuk Pasien Isolasi Mandiri
"Masalah yang membuat kita ada plus minus, negara kepualaun ini ketika tidak di mitigasi sejak awal, maka akan membuat dinamika dari kurva pandemi setiap pulau berbeda."
"Saat ini kita berkontribusi penuh (menangani pandemi) di Jawa Bali, nanti Sumatera, dan ini terus bertahap," ujarnya.
Bahkan, Dicky menyebut, Indonesia juga mengalami kesulitan serupa kala menangani virus flu burung.
"Dan sebetulnya terjadi juga seperti kasus flu burung. Sama, kita juga di gelombang terakhir (keluar dari pandemi)," jelasnya.
Indonesia Disebut Negara Terburuk dalam Menangani Covid-19
Sebelumnya diberitakan, Indonesia dilaporkan sebagai negara yang paling buruk dalam menangani Covid-19.
Hal itu terlihat dari laporan ketahanan terhadap Covid-19 yang dibuat oleh Bloomberg pada 27 Juli 2021.
Dalam laporannya, Indonesia berada di peringkat 53 dari 53 negara yang dianalisis oleh Bloomberg.
Artinya, Indonesia berada di posisi terbawah dengan skor 40,2 dan turun empat peringkat dari laporan sebelumnya.
Baca juga: Survei 36,4 Persen Orang Enggan Divaksinasi Karena Takut Efek Samping
"Di peringkat terbawah dari 53 ekonomi adalah Indonesia," tulis Bloomberg, dikutip dari Kompas.com.
Ada sejumlah indikator yang digunakan oleh Bloomberg dalam menyusun peringkat ketahanan Covid-19 di 53 negara.
Indikator itu mulai dari kualitas fasilitas kesehatan, cakupan vaksinasi, kematian, proses perjalanan hingga pelonggaran perbatasan.
Skor rendah dalam setiap indikator tersebut menjadikan Indonesia disebut sebagai negara yang paling buruk dalam menangani Covid-19.
Bloomberg menyebut tingkat keketatan soal pembatasan wilayah atau lockdown 69.
Nilai ini terbilang lebih baik jika dibandingkan dengan Malaysia yang mendapat 81.
Sementara, kapasitas penerbangan juga terdampak sehingga turun hingga 56,8 persen.
Angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia disebut Bloomberg sangat tinggi yaitu lebih dari 1.300 orang dalam sehari.
Kemudian rendahnya vaksinasi di Indonesia yaitu 11,9 persen dari total penduduk.
"Di mana lebih dari 1.300 orang sekarang meninggal setiap hari dan pasokan suntikan (vaksin) tidak memenuhi kebutuhan populasi yang besar," kata Bloomberg.
Baca juga: Begini Kata Presiden Jokowi soal Prediksi Akhir Pandemi, Sebut Tak Bermaksud Menakut-nakuti
Masalah kematian dan minimnya vaksinasi juga dialami oleh negara berperingkat rendah lainnya seperti Bangladesh, Filipina, dan Malaysia.
Namun, Bloomberg menemukan adanya kesenjangan akses vaksinasi antara negara kaya dan miskin di dunia.
Seperti yang dikhawatirkan oleh Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus tentang "bencana kegagalan moral" untuk akses vaksinasi Covid-19 bagi setiap orang.
Peringkat ketahanan Covid-19 di 53 negara disusun oleh Bloomberg untuk menggambarkan wilayah yang memiliki penanganan Covid-19 paling efektif meski ada gangguan sosial dan ekonomi.
(Tribunnews.com/Maliana, Kompas.com/Wahyuni Sahara)