News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polemik Pesawat Kepresidenan Dicat Ulang, Pemerintah Disebut Buta Hati dan Tak Punya Sense of Crisis

Penulis: Shella Latifa A
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pesawat Kepresidenan RI - Pengecatan ulang pesawat kepresidenan tuai polemik, dikritik Kamhar Lakumani dan Fadli Zon. Pemerintah disebut buta hati & tak punya sense of crisis.

TRIBUNNEWS.COM - Pengecatan ulang pesawat kepresidenan RI menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan.

Diketahui, pesawat kepresidenan ini yang sebelumnya berwarna biru putih akan dicat ulang dengan warna merah putih.

Pihak Istana, melalui Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono pun telah memberi penjelasan.

Ia menyebut pengecatan ulang badan pesawat Boeing Business Jet 2 (BBJ2) ini sudah lama direncanakan.

Tepatnya, sejak tahun 2019 yang berkaitan dengan perayaan HUT ke-75 Kemerdekaan Republik Indonesia di tahun 2020.

Baca juga: KNPI Sarankan Jokowi Berlakukan PPKM Sampai Akhir Tahun

Hanya saja, pengecatan pesawat BBJ2 pada 2019 urung dilakukan karena belum masuk jadwal perawatan rutin.

"Proses pengecatan sendiri merupakan pekerjaan satu paket dengan Heli Super Puma dan Pesawat RJ," kata Heru kepada Tribunnews, Selasa, (3/8/2021).

Pesawat BBJ2 itu baru dicat ulang pada tahun ini berbarengan dengan jadwal perawatan Check C sesuai rekomendasi pabrik.

Terkait hal itu, sejumlah politisi pun memberi kritikan keras kepada pemerintah.

Sebab, pengecatan ulang dilakukan di tengah situasi pandemi Covid-19.

Foto Kompas.com/Serambi Indonesia (Foto Kolase)

Baca juga: Faldo Maldini: Pengecatan Pesawat Kepresidenan BBJ2 Bukanlah Rencana Baru

Kritikan pertama datang dari Politisi Partai Demokrat Kamhar Lakumani.

Ia mengatakan pemerintah telah buta hati karena tak melihat situasi Indonesia yang sedang prihatin akibat terpaan badai pandemi.

Menurutnya, pengecatan ulang pesawat ini sebagai bentuk pemerintah sibuk bersolek.

"Namun pemerintah malah lebih memperhatikan dandanan atau sibuk bersolek. Sungguh tak punya sensitivitas dan empati dalam menilai situasi dan tak punya kebijaksanaan dalam mengalokasikan anggaran," ucap Kamhar, Rabu (4/8/2021) melansir Tribunnews.

"Buta mata dan buta hati. Apalagi jika argumentasinya bahwa perubahan warna ini telah direncanakan sejak jauh-jauh hari, sejak 2019."

"Semakin menunjukan kebodohan dan ketidakpekaan untuk memahami bahwa negara kita tengah mengalami krisis," imbuh dia.

Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani (Istimewa)

Semestinya, pemerintah mengalokasikan anggaran untuk mengatasi krisis kesehatan dan ekonomi akibat pandemi, sesuai UU Nomor 2 Tahun 2020.

"Namun yang dipertontonkan sungguh berbeda, malah mengalokasikan anggaran untuk pengecatan pesawat yang sama sekali tak ada pentingnya malah tak berhubungan sama sekali dengan upaya mengatasi krisis kesehatan dan krisis ekonomi," kata Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat itu.

Fadli Zon: Tak Punya Sense of Crisis

Selain Kamhar, Anggota DPR RI Fraksi Gerindra Fadli Zon juga ikut mengomentari pengecatan ulang pesawat itu.

Fadli Zon menyebut pengecatan peswat ini tak ada urgensinya.

Hal itu diungkapkann Fadli Zon , melalui akun Twitter-nya, @fadlizon, Rabu (4/8/2021).

"Tak ada urgensinya sama sekali cat ulang jd merah ini," tulis Fadli.

Fadli Zon (Grafis Tribunnews.com/Ananda Bayu S)

Menurutnya, hal itu hanya akan memperlihatkan pemerintah tak merasa prihatin terhadap krisis pandemi ini.

"Hanya menunjukkan betapa tak ada sense of crisis di tengah dampak pandemi," ucap Fadli Zon.

Sebelumnya, polemik pengecatan pesawat ini  bermula dari cuitan pengamat penerbangan sekaligus mantan Komisioner Ombudsman, Alvin Lie di akun Twitter-nya, @Alvinlie21.

Alvin menyinggung pengecatan pesawat presiden ini hanya membuang-buang uang.

Menurut Alvin, mengecat badan pesawat ini juga memakan biaya besar.

"Hari gini masih aja foya-foya ubah warna pesawat Kepresidenan."

"Biaya cat ulang pesawat setara B737-800 berkisar antara USD100 ribu sd 150 ribu."

"Sekitar Rp.1,4 M sd Rp .2.1M," tulis Alvin, Senin (3/8/2021).

(Tribunnews.com/Shella Latifa/Taufik Ismail/Reza Deni)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini