Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengembangan perusahaan rintisan (startup) yang berfokus pada bidang entrepreneurship khususnya Sociopreneur di Indonesia dianggap masih kurang mendapat perhatian pemerintah.
Deputi Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi (PKT) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Gatot Dwianto mengatakan dukungan pemerintah merupakan faktor yang sangat penting.
Karena pelaku Social Entrepreneur (Sociopreneur) dapat berperan sebagai agen perubahan.
Mereka memiliki peranan yang penting dalam mendukung pertumbuhan perekonomian nasional serta berkontribusi pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).
Para Sociopreneur tidak hanya akan memandang bisnis dari benefit yang bisa mereka peroleh saja, juga mempertimbangkan dampak sosial yang bisa mereka timbulkan.
Sehingga, kemunculan Sociopreneur dianggap sebagai cara baru untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada lingkungan masyarakat.
"Dunia startup yang bergerak di bidang apapun, baik di bidang sosial ataupun di bidang entrepreneur murni, itu sebenarnya yang paling penting adalah dukungan dari pemerintah," ujar Gatot, dalam webinar bertajuk ' Pengembangan Startup dan Social Entrepreneurship di Indonesia', Rabu (4/8/2021).
Baca juga: BPPT Ajak Industri Kembangkan Generator Oksigen dan Oksigen Konsentrator
Perlu diketahui, Sociopreneur harus bisa menciptakan peluang dari tantangan yang mereka hadapi.
Mereka juga harus bisa memberdayakan masyarakat, hal ini yang akhirnya akan menghasilkan keuntungan bersama, baik bagi para Sociopreneur maupun masyarakat.
Namun, kata Gatot, perhatian pemerintah terhadap pelaku usaha satu ini masih dinilai kurang dibandingkan negara lain.
"Ini kita lihat memang dukungan pemerintah kita masih kalah bila dibandingkan dengan negara lain, khususnya dengan negara tetangga kita Malaysia dan Thailand, sama-sama di ASEAN," kata Gatot.
Ia menambahkan bahwa para Sociopreneur ini tidak hanya membutuhkan dukungan pemerintah saja, namun juga beberapa aspek lainnya.
Baca juga: Kebutuhan Energi Terus Meningkat, Ini Sederet Inovasi BPPT untuk Pengembangan EBT di Indonesia
Mulai dari kemudahan memperoleh pendanaan dari pemerintah hingga mendapatkan akses terhadap investasi.
"Selain dukungan dari pemerintah, tentunya (diperlukan) akses untuk mendapatkan pendanaan dari pemerintah, juga kemudahan merekrut staf terampil dan akses terhadap investasi," jelas Gatot.
Menurutnya, seluruh aspek ini sangat penting bagi pengembangan usaha yang dibangun para Sociopreneur.
"Semua ini penting bagi kewirausahaan baik itu social entrepreneur maupun non social entrepreneur, inilah poin-poin yang harus disupport," pungkas Gatot.
Social entrepreneur kini telah menjadi bagian dari kewirausahaan (entrepreneur), pergeseran ini terjadi saat banyak orang memilih untuk berwirausaha namun tetap mempertimbangkan aspek sosialnya.
Sehingga, model bisnis ini tidak hanya memberikan benefit bagi pelaku wirausaha sosial (Sociopreneur atau Socialpreneur), juga menjawab permasalahan yang dihadapi masyarakat.
BPPT pun selama ini memiliki Program Inkubasi di Balai Inkubator Teknologi (BIT) yang bertujuan untuk mematangkan produk teknologi yang didukung fasilitas softwares maupun hardwares, agar memperoleh output teknologi yang siap dikomersialkan.
Baca juga: Kepala BPPT: Permintaan Logam Sangat Tinggi untuk Mobil Listrik Hingga Energy Storage
Sementara Socialpreneur sebenarnya erat kaitannya dengan perusahan rintisan (startup) dan produk teknologi.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan Socialpreneur turut mendorong upaya pengentasan kemiskinan.
Selain itu jenis usaha ini juga turut berkontribusi dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).
"Wirausaha sosial atau Socialpreneur dinilai berperan penting dalam mendorong pengentasan kemiskinan, serta berkontribusi untuk SDGs," ujar Hammam.
Hammam pun menyebut salah satu pelaku social entrepreneurship yang memiliki misi dalam berbisnis namun tetap mengedepankan upaya pencapaian SDGs melalui beberapa programnya yang berkaitan dengan edukasi hingga perubahan iklim.
"Sociopreneur.id juga merancang program yang berkontribusi pada pencapaian SDGs, khususnya bidang quality education, partnership for goals, design works and economic growth hingga perubahan iklim," kata Hammam.
Karena itu, ia pun berharap agar jenis usaha ini bisa menjadi salah satu upaya baru dalam mengatasi kesenjangan yang terjadi di Indonesia.
"Nah ini saya harapkan akan men-drive kita semua untuk berpikir tentang peran Sociopreneur secara keseluruhan dalam upaya kita mengatasi seluruh kesenjangan, berbagai hambatan dan sumbatan yang membuat kita itu terjebak," jelas Hammam.