TRIBUNNEWS.COM - Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, ikut menyoroti terkait keputusan pemerintah menghapus angka kematian dari indikator penanganan Covid-19.
Menurut Dicky, langkah yang diambil pemerintah bukan cuma salah dan keliru, tetapi juga berbahaya.
"Selain salah, juga berbahaya. Karena indikator kematian adalah indikator kunci saat ada pandemi atau wabah," kata Dicky dihubungi Kompas.com, Rabu (11/8/2021).
Dicky menjelaskan, indikator angka kematian bukan hanya untuk melihat intervensi di hulu, tapi juga untuk menilai derajat keparahan dari suatu wabah.
Baca juga: Fraksi PKS: Pemerintah Tak Boleh Sembunyikan Data Kematian Covid-19
Menurutnya, semua penyakit memerlukan indikator kematian, baik itu yang ada kaitannya dengan wabah penyakit atau tidak seperti kanker, stroke, dan diabetes.
Hal itu guna melihat performa program dalam penanganan penyakit tertentu.
Sekaligus, melihat apakah penyakit tersebut menjadi masalah serius atau tidak di suatu wilayah atau negara.
"Ini harus dilihat kematiannya," ungkap dia.
Oleh karena itu, jika indikator angka kematian untuk Covid-19 dihapus, Dicky menegaskan bisa berbahaya.
"Berbahaya karena bisa salah interpretasi, salah strategi, termasuk salah ekspektasi," imbuhnya.
Selain semua pengendalian penyakit memerlukan indikator angka kematian, kata Dicky, dalam tataran nasional semua negara memerlukan statistik angka kematian yang akurat dan tepat waktu.
"Memang itu idealnya (akurat dan tepat waktu). Tapi, bukan berarti kalau enggak akurat dan tepat waktu kemudian dihapuskan, bukan seperti itu," tegasnya.
Baca juga: Pemerintah Keluarkan Indikator Kematian, PKS: Jangan-jangan Ada Pejabat yang Tak Percaya Covid-19
Dicky yang juga menjadi penasehat bagi Pemerintah Indonesia dalam membuat strategi penanganan pandemi mengatakan, dirinya mengusulkan manajemen data harus ditingkatkan.
Kemudian, statistik angka kematian juga penting untuk menginformasikan bagaimana performa kebijakan kesehatan, strategi, dan dampak terhadap strategi yang juga meliputi sosial dan ekonomi.
Inilah yang menyebabkan seluruh dunia menggunakan angka kematian untuk memantau kemajuan suatu negara dalam membangun kesehatan nasional.
"Begitu pentingnya statistik kematian, jadi tidak boleh diabaikan," ujarnya.
Alasan Pemerintah Menghapus Angka Kematian Covid-19
Sebelumnya diberitakan Tribunnews, pemerintah menghapus angka kematian dari indikator pengendalian atau penanganan Covid-19.
Hal itu karena ditemukannya kesalahan dalam menginput data yang menyebabkan akumulasi kasus kematian pada beberapa minggu sebelumnya.
Dihapusnya angka kematian dari indikator itu membuat 26 kota dan kabupaten mengalami penurunan level PPKM, dari level 4 menjadi 3.
Baca juga: Kemendikbudristek: PTM Terbatas di Wilayah PPKM Level 1-3 Harus Terapkan Prokes Ketat
"PPKM Level 4 dan 3 yang dilakukan pada tanggal 10 sampai 16 Agustus 2021 nanti, terdapat 26 kota atau kabupaten yang turun dari Level 4 ke Level 3."
"Evaluasi tersebut kami lakukan dengan mengeluarkan indikator kematian dalam penilaian karena kami temukan adanya input data yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu ke belakang."
"Sehingga menimbulkan distorsi dalam penilaian," jelas Menko Marinves Luhut Binsar Pandjaitan, dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Senin (9/8/2021).
Baca juga: Penerapan PPKM Perhatikan Prinsip Kehati-hatian
Luhut mengatakan, pihaknya akan terus berusaha memperbaiki data kasus Covid-19 agar dapat terintegrasi.
Selain itu, pihaknya juga akan memperbaiki aplikasi Silacak.
"Menyangkut ini, kami sekarang terus bekerja keras untuk mengharmonisasi data. Dengan itu juga memperbaiki Silacak," ucap Luhut.
Tuai Kritikan
Kebijakan menghapus angka kematian itu pun lantas mendapat kritikan dari sejumlah pihak.
Salah satunya, relawan tenaga medis Covid-19 sekaligus influencer Tirta Mandira Hudi.
Pria yang akrab dengan sapaan Dokter Tirta ini melontarkan kritikan lewat akun Twitter-nya, @tirta_hudhi, Selasa (10/8/2021).
Ia menyayangkan keputusan pemerintah untuk menghapus kematian dari indikator penanganan Covid.
Baca juga: Berlaku 11 Agustus 2021, Ini Aturan Baru untuk Penumpang Pesawat Selama PPKM Level 4
Menurutnya, perbaikan data kematian bisa disegera dilakukan, tanpa harus menghapusnya.
"Kalo ada telat input data kematian, perbaiki kondisi lapangannya, biar input data cepet ga rapel an."
"Bukan malah delete angka kematian dari indikator."
"Apakah sesusah itu merapikan data? Makanya : delete saja?" tulis Tirta.
Baca juga: Fraksi PKS: Pemerintah Tak Boleh Sembunyikan Data Kematian Covid-19
Kritikan serupa juga datang dari politisi Partai Gerindra Fadli Zon.
Melalui akun Twitter-nya, @fadlizon, Selasa (10/8/2021), Fadli meminta untuk memperbaik data angka kematian segera, bukan malah menghapusnya.
Ia menilai, pemerintah gagal mengatasi kematian akibat Covid-19.
"Beginilah kalau urusan tak diserahkan pada ahlinya. Data kematian bukan sekedar angka."
"Itu nyawa manusia Indonesia yg seharusnya dilindungi tumpah darahnya. Kita gagal mencegah korban begitu banyak."
"Kalau data tak akurat, perbaiki. Bukan dihapus sbg indikator penanganan," demikian ucap Fadli Zon.
(Tribunnews.com/Maliana/Shella Latifa)(Kompas.com/Gloria Setyvani Putri)