*Apakah Anda merasa ditarik menjadi Komisaris Independen di Garuda Indonesia hanya sebagai bumper politik saja?*
Saya agak tersinggung kalau dibilang bumper politik. Itu mengasumsikan saya orang yang tidak bisa kerja. Saya menganggap diri saya cukup profesional, latar belakang saya, track record saya sebetulnya cukup ada jejak di korporasi.
Kalau bumper politik seperti hanya duduk sebagai pemanis. Saya pribadi tidak tahu kenapa saya diangkat. Saya tidak bisa menebak hatinya Pak Erick Thohir. Itu yang beliau meminta untuk melakukan pembenahan.
Jadi saya masuk memang ada kendala skandal awak kabin yang menyita perhatian masyarakat. Itu segera saya bereskan. Saya pompa kembali semangatnya awak kabin sehingga kita bisa memberikan pelayanan yang baik. Dan kita berjuang bisa menyabet gelar the best cabin in the world. Karena Garuda lima tahun berturut-turut menyabet gelar awak kabin terbaik di dunia.
Kita punya kemampuan itu. Jadi saya bekerjasama dengan mereka. Pengorbanan mereka luar biasa. Mereka bilang apa yang bisa dilakukan untuk membuat Garuda Indonesia tetap bertahan. Gaji mereka sebetulnya tidak tinggi-tinggi sekali tapi demi kecintaan pada Garuda mereka bahkan mau berkorban. Dirumahkan tidak apa-apa tidak digaji tidak apa-apa. Asal Garuda bisa terbang dan suatu saat kami bisa terbang lagi bersama Garuda. Saya sampai mau nangis kalau dengar cerita mereka.
Nah ini yang harus kita selamatkan. Menurut saya aset-aset paling berharga dari Garuda bukan pesawatnya, aset paling berharga dari Garuda adalah manusia-manusianya, awak kabinnya, pilot-pilotnya. Kembali lagi kita harus mengubah gaya hidup. Awak kabin Garuda adalah contohnya. Saya sendiri juga mundur karena merasa malu juga nih kalau awak kabin saja mau berkorban, masa saya nggak berani berkorban.
*Banyak orang menilai penerbangan internasional Garuda nanggung. Menurut Anda apakah ada kesalahan model bisnis ini?*
Penumpang masuk ke Indonesia memang kurang lebih banyak kita membawa penumpang ke luar negeri. Jadi ini problemnya banyak rute kita merugi karena baliknya tidak ada penumpang padahal berangkatnya penuh sementara costnya sama.
Jadi ada beberapa rute internasional yang perlu di streamline atau dikaji ulang apakah dia cukup menguntungkan atau tidak. Ini sedang dilakukan juga. Jadi kita tidak bisa melakukan hanya semata-mata hanya karena kebangaan dan keinginan saja. Ini bisa sustainable dan menguntungkan atau tidak. Banyak rute yang tidak untung seperti rute London tersebut.
Ke depan harus diubah model bisnisnya. Kita harus melakukan code sharing. Jadi ada airlines yg menguasai rute-rute tertentu kita menjadi mitra mereka untuk menerbangkan. Misalnya kita partneran misalnya dengan Delta Airlines atau United Airlines. Kita bisa terbang let say dari Jakarta ke Tokyo. Bisa juga kita kerjasama dengan Emirates sampai Dubai.
*Selama menjadi komisaris independen apa kenangan yang tidak terlupakan?*
Banyak sih, manajemen Garuda baik-baik. Kita kerjanya terus terang kerjanya berat sekali. Sampai suami saya bilang serius amat ngurus Garuda. Rapat terus setiap hari. Kenangan lucu zoom meeting dengan komisaris, atasannya sih rapih tetapi waktu ngambil kopi kelihatan pakai celana pendek. Keakraban di antara kita. Kita merasa punya passion yang sama. Stressnya luar biasa. Tetapi saya juga sedih meninggalkan Garuda.
*Boleh disampaikan closing statement harapan terhadap Garuda dan menanggapi hasil RUPST?*
Target bisnis sudah jelas kita sudah tahu semua. EBITDA harus positif, load factor harus dinaikkan kalau bisa syukur-syukur 80 persen. Optimize pricingnya juga harus pas sesuai pasar. Fixed cost sudah jelas harus diturunkan. Power by the hours harus dikejar. Lalu kemudian finalisasi strategi human resourcesnya mau seperti apa. Lalu renegosiasi lessornya harus diuber lagi. Ini semua membutuhkan pengorbanan. Saya rasa harus dikuatkan terus. Lalu migrasi sistem IT saya ingatkan karena kalau pakai sistem lama kita tidak efisien. Semua butuh waktu saya tahu. Walaupun dari luar saya tetap ingatkan teman-teman lah. Saya akan tetap available membantu lewat pikiran-pikiran saya.