News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilu 2024

Saiful Mujani Pertanyakan Tujuan Amandemen Terbatas UUD 1945 yang Diwacanakan Ketua MPR RI

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Saiful Mujani

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani mempertanyakan tujuan amandemen terbatas UUD 1945 yang diwacanakan oleh Ketua MPR RI Bambang Soesatyo. 

Meski Bamsoet menegaskan tujuan amandemen itu untuk menyusun Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) sebagai dasar pembangunan nasional jangka panjang, Saiful mempertanyakan apakah hal tersebut akan memperkuat demokrasi presidensial Indonesia. 

"Ukurannya adalah apakah amandemen yang dilakukan akan memperkuat sistem politik kita atau tidak? Memperkuat demokrasi atau tidak. Apakah amandemen yang dilakukan akan memperkuat demokrasi presidensial kita atau tidak?" ujar Saiful, ketika dihubungi, Kamis (19/8/2021). 

Dia menjelaskan amandemen harus memperkuat demokrasi presidensial, karena demokrasi parlementer dianggap sudah gagal. 

Saiful merujuk kepada pengalaman gagal demokrasi parlementer 1945-1959; pengalaman gagal MPR-isme 1959-1966; pengalaman MPRS-isme otoritarian Orde Baru hingga pengalaman MPRS-isme demokratis 2001, kala Gus Dur jatuh.

Baca juga: Isu Amandemen UUD 1945, Ini Kepentingan Mereka yang Rakus Kekuasaan

"Kenapa demokrasi presidensial? Karena demokrasi parlementer sudah gagal. Demokrasi MPR-isme juga gagal dalam menciptakan stabilitas politik dan kemudian gagal dalam pembangunan," kata dia.

"Dengan segala plus minusnya, demokrasi presidensial 2004 sampai sekarang membuat politik cukup stabil, pembangunan lumayan berjalan," imbuhnya. 

Menurutnya GBHN justru dapat memperlemah demokrasi presidensial. Termasuk pemilihan presiden oleh MPR dinilai memperlemah demokrasi presidensial.

Karena, lanjutnya, hakekat demokrasi presidensial adalah presiden dipilih langsung oleh rakyat. Dimana presiden diberi mandat langsung oleh rakyat untuk menjadi pemimpin eksekutif, untuk membuat dan menjalankan program yang dijanjikan dalam kampanye, dengan masa berkuasa yang fixed. 

"Presiden setara dengan DPR dan DPD karena sama-sama dipilih rakyat, ketiganya tidak boleh saling menjatuhkan," jelasnya. 

Bila nantinya dengan amandemen MPR berusaha membuat presiden patuh akan GBHN, maka MPR sama saja berada di atas presiden. 

Hal itu menyalahi demokrasi, karena mandat yang diberikan rakyat kepada anggota MPR setara dengan mandat yang diberikan kepada presiden. "Tidak boleh ada yang lebih berwenang menurut dasar demokrasi mereka," katanya. 

Lebih lanjut, Saiful menegaskan prinsip demokrasi presidensial juga akan dilanggar ketika presiden dipilih MPR. 

"GBHN dan pemilihan presiden oleh MPR itu mengubur demokrasi presidensialisme, kita yang dalam sejarah terbukti lebih baik dari parlementarisme maupun MPR-isme. Amandemen untuk menghidupkan GBHN dan peran MPR memilih presiden harus dilawan," tandasnya. 
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini