News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi Bansos Covid di Kemensos

Hinaan Masyarakat Jadi Hal Meringankan bagi Eks Mensos Juliari Batubara Tuai Sorotan

Penulis: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa kasus korupsi Bansos Covid-19, Juliari Batubara menggunakan rompi tahanan KPK dan amembawa map merah.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Vonis mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara ditunggu banyak pihak.

Terlebih jauh sebelum Juliari tertangkap, pada 27 Maret 2021, Ketua KPK Firli Bahuri pernah menegaskan bahwa korupsi anggaran penanganan bencana, termasuk penanganan Covid-19, dapat dikenakan hukuman mati.

"Ingat, ancaman hukuman mati koruptor anggaran bencana dan proses pengadaan darurat bencana," ujar Firli dalam keterangan tertulis, Jumat (27/3/2020).

Baca juga: KPK Apresiasi Putusan Pidana Tambahan Terhadap Juliari Batubara

Saat itu, Firli mengatakan penyelamatan jiwa manusia dalam pandemi virus Corona saat ini menjadi prioritas KPK.

Pernyataan Firli tersebut tentunya belum hilang dari ingatan publik.

Nyatanya Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Juliari 12 tahun bui dan denda sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Juliari dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi menerima Rp32,48 miliar dalam perkara suap pengadaan bansos COVID-19.

Hakim juga menjatuhkan hukuman terhadap Juliari berupa uang pengganti sejumlah Rp14,59 miliar.

Apabila Juliari tidak membayar uang pengganti dalam kurun satu bulan setelah putusan pengadilan, maka harta bendanya akan disita.

Dan bila tidak mencukupi, Juliari akan diganjar pidana badan selama 2 tahun.

Juliari dinyatakan terbukti menerima Rp32,48 miliar dalam kasus suap pengadaan bantuan sosial COVID-19.

Baca juga: Juliari Batubara Resmi Divonis 12 Tahun Bui, Harapannya Ingin Divonis Bebas Pupus

Uang suap itu diterima dari sejumlah pihak. Sebanyak Rp1,28 miliar diterima dari Harry Van Sidabukke, Rp1,95 miliar dari Ardian Iskandar Maddanatja, dan Rp29,25 miliar dari beberapa vendor bansos COVID-19 lainnya.

"Menyatakan terdakwa Juliari P Batubara telah terbukti secara sah dengan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi," kata hakim ketua Muhammad Damis saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/8/2021).

Atas perbuatannya Juliari terbukti melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Vonis hakim terhadap Juliari lebih berat dibanding dengan tuntutan JPU KPK.

Diketahui jaksa menuntut agar Juliari dijatuhi hukuman 11 tahun penjara.

Sudah Cukup Dihina Masyarakat Jadi Hal yang Meringankan Hukuman Juliari

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menilai mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara tidak ksatria alias pengecut.

Majelis hakim menyebut demikian lantaran Juliari tidak mengakui perbuatannya.

Bahkan, hal itu dimasukkan oleh majelis sebagai pertimbangnan yang memberatkan pidana.

“Perbuatan terdakwa dapat dikualifikasi tidak ksatria, ibaratnya lempar batu sembunyi tangan. Berani berbuat tidak berani bertanggung jawab, bahkan menyangkali perbuatannya,” kata hakim ketua Muhammad Damis saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/8/2021).

Selain itu, yang meberatkan juga, hakim menyebut perbuatan Juliari dilakukan dalam keadaan darurat bencana nonalam yaitu wabah COVID-19.

Terdakwa korupsi bansos, Juliari Batubara mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (10/5/2021). Agenda sidang mantan Menteri Sosial tersebut adalah mendengarkan keterangan saksi yang salah satunya yaitu terdakwa korupsi bansos pula, Harry Van Sidabukke. Tribunnews/Irwan Rismawan (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Sementara yang meringankan hukuman, Juliari yang notabene politikus PDI Perjuangan, belum pernah dihukum dan sudah cukup menderita akibat dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat.

"Terdakwa sudah cukup menderita dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat. Terdakwa telah divonis oleh masyarakat telah bersalah padahal secara hukum terdakwa belum tentu bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” kata hakim.

Tak hanya itu, Juliari juga bersikap sopan selama persidangan.

Belakangan point yang meringankan hukuman Juliari itu mendapat sorotan sejumlah pihak, baik dari aktivis maupun eks pimpinan KPK.

Pukat UGM: Juliari Dihina Masyarakat Bukan Termasuk Hal yang Bisa Meringankan Hukuman

Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum UGM atau Pukat UGM menilai dasar majelis hakim menjadikan eks Menteri Sosial Juliari Batubara yang mendapat hinaan masyarakat sebagai hal meringankan tidak tepat.

Menurut peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman, kondisi meringankan berasal dari internal terdakwa, seperti misalnya terdakwa menyebut dirinya sebagai tulang punggung keluarga.

"Menurut saya ini bukan keadaan hal yang meringankan ya. Keadaan yang meringankan itu adalah berasal dari internal terdakwa sendiri, yang maupun kondisi yang memaksa yang bersangkutan melakukan tindakannya. Biasanya kondisi yang meringankan seperti itu," kata Zaenur dalam keterangannya, Senin (23/8/2021).

"Misalnya keadaan meringankan terdakwa merupakan tulang punggung keluarga. Kalau terdakwa dijatuhi hukuman tinggi akan mengakibatkan kewajiban urus keluarga terhambat. Jadi kondisi meringankan itu berasal dari dalam terdakwa, atau kalau dari luar yang berhubungan langsung dengan terdakwa," sambungnya.

Sedangkan, dicaci-maki atau dicerca masyarakat, kata Zaenur, bukan termasuk keadaan yang meringankan.

Perundungan yang diterima Juliari merupakan konsekuensi dari perbuatan korupsi yang dianggap sangat jahat oleh masyarakat, terlebih praktik rasuah dilakukan saat pandemi COVID-19.

Baca juga: Berita Foto : Perjalanan Kasus Korupsi Bansos Covid-19 Mantan Mensos Juliari Batubara

"Karena korupsi yang dilakukan adalah korupsi bansos pandemi COVID, dan dilakukan saat pandemi COVID masih tinggi di Indonesia. Jadi saya enggak setuju dihina masyarakat sebagai hal yang meringankan," kata Zaenur.

"Yang lebih cocok kalau misal terdakwa tulang punggung atau berkelakuan baik selama persidangan. Itu saya masih setuju. Tapi dihina masyarakat tak seharusnya jadi alasan hakim," tukasnya.

Lebih lanjut Pukat UGM memandang vonis hakim terhadap Juliari mengecewakan.

Hakim disebut cenderung bermain aman dan enggan memberikan hukum maksimal.

"Hakim tidak menggunakan kesempatan yang diberikan Pasal 12b UU Tipikor, bisa seumur hidup atau setinggi-tingginya 20 tahun penjara, " kata Zaenur.

Hakim Sebut Juliari Batubara Dihina Masyarakat, Eks Komisioner KPK: Siapa Suruh Korupsi ?

Eks Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menyoroti pertimbangan meringankan majelis hakim dalam menjatuhkan vonis terhadap mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.

Dalam pertimbangan meringankan hakim, Juliari dinilai sudah cukup menderita dengan dicerca, dimaki, hingga dihina masyarakat.

Menurut Saut, dihinanya Juliari oleh masyarakat merupakan bentuk aksi reaksi atas perbuatan Juliari menerima duit suap bantuan sosial penanganan Covid-19.

"Kalau soal caci maki itu dinamika aksi reaksi, siapa suruh korupsi. Jangankan tersangka koruptor, yang menangkapi koruptor saja dicaci maki dibilang taliban lah dan lain-lain," kata Saut dalam keterangannya, Senin (23/8/2021).

Terdakwa kasus dugaan korupsi bansos, Juliari Batubara meninggalkan Gedung ACLC KPK usai menjalani sidang vonis secara virtual, di Jakarta Selatan, Senin (23/8/2021). Mantan Menteri Sosial (Mensos), Juliari Batubara divonis 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan karena dinyatakan bersalah dalam perkara bansos Covid-19. Tribunnews/Irwan Rismawan (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Jika cacian dan makian masyarakat terhadap Juliari dijadikan alasan meringankan hakim, lanjut Saut, maka negeri ini semakin lucu.

Menurut Saut, status Juliari sebagai menteri dan melakukan korupsi dana bansos harusnya jadi alasan untuk memperberat hukuman Juliari.

"Jadi kalau itu jadi alasan yang meringankan maka negeri ini semakin lucu, sebab seorang menteri korupsi itu justru harus jadi pemberatan, di tengah pendemi dan yang disikat itu namanya jelas-jelas dana Bansos bencana Covid-19," ujar Saut.

Respon Kubu Juliari dan Jaksa KPK

Mendengar putusan hakim, kuasa hukum Juliari mengaku akan pikir-pikir terlebih dahulu untuk menentukan langkah hukum selanjutnya.

"Kami sudah berdiskusi dengan terdakwa untuk menentukan sikap, kami akan mencoba lebih dulu pikir-pikir," kata Maqdir Ismail saat mengikuti persidangan secara virtual, Senin (23/8/2021).

Maqdir mengatakan pihaknya akan mempelajari dan melihat kembali bunyi putusan dan alasan-alasan didalam putusan tentang penerimaan sejumlah uang.

Pewarta mengambil gambar terdakwa kasus dugaan korupsi bansos, Juliari Batubara melalui layar saat menjalani sidang vonis secara virtual di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (23/8/2021). Mantan Menteri Sosial (Mensos), Juliari Batubara divonis 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan karena dinyatakan bersalah dalam perkara bansos Covid-19. Tribunnews/Irwan Rismawan (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Sementara itu, jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun menyatakan akan mempelajari terlebih dahulu putusan hakim, untuk langkah hukum selanjutnya.

"Kami menggunakan waktu untuk mempelajari putusan dalam 7 hari," kata jaksa. (tribun network/thf/ilh/Tribunnews.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini