News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Seleksi Kepegawaian di KPK

LSAK Soroti Langkah 57 Pegawai Nonaktif KPK Surati Jokowi Soal Pengangkatan Sebagai ASN

Penulis: Reza Deni
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Komisioner Komnas HAM, Mohammad Choirul Anam (kiri) menerima berkas pengaduan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) saat mereka melakukan audiensi di Kantor Komnas HAM di Jakarta, Senin (24/5/2021). Perwakilan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK dengan didampingi beberapa lembaga hukum melakukan pengaduan terkait dugaan pelanggaran HAM pada asesmen TWK. Tribunnews/Irwan Rismawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK) menyoroti langkah 57 pegawai nonaktif KPK yang tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai ASN dan menyurati Presiden Joko Widodo.

Menurut peneliti LSAK, Ahmad A. Hariri, peralihan pegawai KPK menjadi ASN telah sempurna dilaksanakan sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku.

"Setelah pelantikan 1.271 ASN KPK pada 1 Juni 2021 ditambah pelantikan 18 orang yang telah lulus diklat, merupakan tahap akhir proses keseluruhan pegawai KPK menjadi ASN secara lengkap," kata Ahmad kepada wartawan, Selasa (24/8/2021).

Baca juga: Minta Diangkat Jadi ASN, 57 Pegawai KPK Nonaktif Surati Jokowi

Adapun 57 orang yang TMS, dikatakan Ahmad, berarti telah memberi kepastian bahwa mereka memang tidak bisa jadi ASN KPK.

"Ini satu pokok permasalahan yang jelas, tegas, dan legal," katanya .

Soal Tes Wawasan Kebangsaan menurutnya adalah satu dari tiga seleksi kompetensi dasar ASN.

Ahmad mengatakan TWK secara ilmiah disebut indeks moderasi bernegara (IMB) yang merupakan perangkat asesmen dan telah teruji validitas dan reliabilitasnya.

"Dikembangkan oleh Laboratorium Psikologi Politik UI dan pernah dipakai untuk asesmen militer, Polri, maupun aparatur sipil. Berdasarkan peraturan perundang-undangan, TWK adalah syarat yang didasarkan pada PP 41/2020 dan UU 5/2014 ttg ASN pasal 3, 4, 5 dan 66," katanya.

"(TWK) Tujuannya memang bukan soal pemahaman semata, tapi menggali deskripsi keyakinan dan keterlibatan mereka dalam proses bernegara ini. Jadi makin terjungkir logikanya kalau membantah hasil TWK dengan pamer piagam yang statis apalagi ngaku-ngaku banyak jasa. Ini soal laku," katanya.

Baca juga: Hinaan Masyarakat Jadi Hal Meringankan bagi Eks Mensos Juliari Batubara Tuai Sorotan

Maka itu, dia menilai protes 57 pegawai nonaktif KPK karena gagal jadi ASN dan kelompoknya juga menjadi persoalan lain.

"Publik secara cermat dapat mengamati, dari cara-cara yang digunakan maupun pesan yang mereka sampaikan di media, menjadi serangkaian peristiwa dan pola yang dianalisis tersirat kepentingan berbahaya," katanya.

Dia mempertanyakan apakah ke-57 pegawai nonaktif itu sedang menuntut haknya atau sedang berjihad menghancurkan KPK dan mendegradasi trust pada pemerintah?

"Inilah tesis yang harus dikaji secara ilmu politik dan ilmu komunikasi. Tidak ada hak yang perlu dituntut bila syaratnya mutlak terpenuhi. Syarat yang harus menjadi perilaku, sebab ASN bukanlah masyarakat sipil biasa," katanya.

"Now time show us, bukan hanya gagal pada tes, secara perilaku pun mereka TMS menjadi ASN. Jadi kalau benar-benar tetap ingin melakukan pemberantasan korupsi jadilah sipil yang berkontribusi produktif, jangan hancurkan KPK-nya," pungkas Ahmad.

Baca juga: 214 Koruptor Dapat Remisi, Begini Tanggapan Plt Jubir KPK

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini