Dikutip dari Kompas.TV, para peneliti dalam laporan itu menilai 576 kota terbesar di dunia berdasarkan kualitas udara dan air, tekanan panas, kelangkaan air, kerentanan terhadap perubahan iklim dan eksposur lanskap, populasi, ekonomi serta infrastruktur terhadap bahaya alam.
Bahaya alam itu seperti gempa bumi, tsunami dan tanah longsor.
Laporan itu menyebut, sekitar 1,5 miliar orang tinggal di kota yang menghadapi “risiko tinggi atau ekstrim”.
Asia tak cuma merupakan kawasan dengan penduduk paling padat.
Tapi juga semakin menambah tekanan pada sumber air dan menambah polusi dari pembakaran batu bara serta bahan bakar secara meluas.
Namun demikian, kawasan ini juga memiliki sejumlah besar “bahaya alam” yang tertanam pada geografisnya.
Contohnya, sejumlah kota di Jepang berisiko mengalami gempa bumi dan banyak kota di Delta Mekong di Vietnam yang sangat rentan banjir.
Laporan itu menobatkan Jakarta, ibu kota Indonesia yang dihuni oleh 10 juta penduduk, sebagai kota paling rentan sedunia terhadap risiko lingkungan.
Naiknya air laut dan penurunan tanah – karena menipisnya akuifer (=lapisan penampung air tanah) alami di bawah permukaan kota lantaran orang-orang memompa air keluar dari tanah untuk minum dan mencuci – menjadikan Jakarta sebagai kota yang paling cepat tenggelam.
Hal ini ditandai dengan banjir yang kerap melanda ibu kota dan sebagian kota Jakarta diperkirakan akan tenggelam pada tahun 2050.
Kota metropolitan ini juga mengalami polusi udara akibat pembangkit listrik tenaga batu bara.
Situasi lingkungan yang dihadapi Jakarta begitu buruknya hingga pemerintah pun berencana memindahkan ibu kota.
Sementara itu, India berada di urutan terburuk sebagai negara, dan 13 dari 20 kota paling berisiko lingkungan ada di negara ini.
India juga menduduki peringkat 43 dari daftar 100 negara yang dinilai.