Arief menyatakan ada baiknya presiden mengangkat menteri yang telah disetujui oleh partai politik lain yang tergabung dalam koalisi.
Meski demikian, dia menyebut Gerindra menyerahkan semuanya kepada Jokowi.
"Sebaiknya Jokowi mengangkat menteri-menterinya yang di-approve oleh parpol koalisi. Kalau diambil dari professional ya harusnya mendapatkan approval dari parpol, agar semua program pemerintah bisa berjalan selaras dengan dukungan parpol baik di luar maupun di parlemen. Kalau Gerindra kayaknya sih santai saja, terserah dengan Jokowi saja," kata Arief.
Kursi NasDem di Kabinet Diprediksi Aman
Direktur Eksekutif Lingkaran Mardani Ray Rangkuti mengatakan ketika perombakan jajaran menteri dilakukan karena kinerja maka akan ada partai yang merasa ditinggalkan dan kecewa.
Berdasarkan kabar tujuh kementerian yang bakal dirombak, terdapat kader PKB dan NasDem disana. Namun 'menyingkirkan' PKB dan NasDem demi mengakomodasi PAN disebut berisiko besar bagi Jokowi.
"Anggota kabinet dari parpol NasDem disebut akan ditinjau. Kalau dilihat skema di atas, PKB juga akan kena. Terlalu berisiko secara politik mengabaikan NasDem dan PKB dengan memasukan PAN. Bisa rugi besar," ujar Ray, ketika dihubungi.
Baca juga: PAN Gabung Koalisi Jokowi, PKS Tetap Teguh Pendirian Jadi Oposisi: No Problem at All
Ray sendiri mengatakan akan lebih kecil resiko politik yang muncul ketika Jokowi mengurangi jatah menteri non partai.
Kalaupun harus memilih antara PKB dan NasDem, resiko politik yang diterima Jokowi lebih kecil ketika menggeser PKB.
"Mengapa PKB? Resiko politiknya lebih kecil. NasDem bisa selamat, karena diharapkan bisa menjadi blok kekuatan politik jelang 2024 nanti," katanya.
Hanya saja ketika presiden memilih menyingkirkan menteri non partai, Ray menyebut dampak yang dihasilkan adalah kabinet penuh oleh kader partai.
Memasukkan banyak kader partai disaat kinerja kabinet tak optimal dinilai tak memiliki banyak keuntungan selain membesarkan koalisi.
Karena itulah, masuknya PAN dalam koalisi pemerintah disebut Ray hanya penting untuk menguatkan posisi politik Jokowi, dengan catatan tidak mengurangi kursi kabinet.
"Jika itupun terjadi, yang paling kecil risikonya adalah mengurangi jatah PKB yang meraup setidaknya 3 kursi kabinet. Tetapi tidak untuk membuat kinerja anggota kabinet lebih efesien, efektif dan menggelegar. Rasanya itu akan jauh. Apalagi tahun 2024 sudah dekat dimana pilpres dan pileg akan diselenggarakan," katanya.