TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto angkat bicara setelah pihaknya diundang Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke istana beberapa waktu lalu.
Undangan pertemuan itu dipenuhi oleh Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, bersama Sekjen PAN, Eddy Soeparno, Rabu (25/8/2021).
Tak hanya PAN, pertemuan ini juga dihadiri oleh beberapa petinggi partai politik (parpol) koalisi Jokowi.
Baca juga: Pengamat Sayangkan PAN Masuk dalam Koalisi Jokowi: Demokrasi Semakin Tidak Berkualitas
Yandri menyebut, pertemuan dengan Jokowi dan beberapa parpol ini berjalan kondusif.
Menurutnya, topik pembicaraan dalam pertemuan ini hanya persoalan program pemerintah selama menangani pandemi Covid-19.
"Di pertemuan itu, situasinya sangat kondusif bagus, situasi istana sangat membangun."
"Setahu saya, sepulang Istana, bang Zul ketemu sama kami menyampaikan, pak Presiden hanya menyampaikan program yang sudah dicapai di tengah banyak permasalahan ini," ucap Yandri dalam diskusi virtual YouTube MNC Trijaya, Sabtu (28/8/2021).
Baca juga: Ketua DPR Beberkan Hasil Pertemuan Pimpinan Lembaga Tinggi Negara dengan Presiden Jokowi
Lanjut Yandri, dalam diskusi itu, Ketua Umum PAN juga diberi kesempatan untuk menyuarakan pendapat.
"Semua ketua umum diberi kesempatan. Ini yang menariknya, termasuk Ketua Umum PAN," imbuhnya.
Yandri melanjutkan, hingga saat ini belum ada pembicaraan soal koalisi.
Menurutnya, masuknya parpol ke koalisi Jokowi adalah hak sang presiden sendiri.
"Belum ada pembicaraan koalisi, atau kapan resfhuffle itu sama sekali tidak disinggung," kata Yandri.
Baca juga: Ketua DPP PKB: Soal Reshuffle, Keputusan Jokowi adalah Sikap PKB
Dari undangan pertemuan ini, kata Yandri, pihaknya sangat merasa terhormat bisa diajak berdiskusi dengan Jokowi dan parpol lainnya.
"Kami merasa terhormat dan berterima kasih pada pak Jokowi yang sudah melibatkan ketua umum PAN dan Sekjen diundang untuk berbicara mengenai masalah bagaimana menghadapi problem yang begitu hebat di negeri ini," jelas dia.
Menurutnya, bukan suatu persoalan apakah pihaknya akan masuk koalisi atau tidak.
Sebab, yang terpenting pihaknya tetap membantu kerja pemerintah.
"Intinya PAN memang sangat bagus berkomunikasi dengan pak Jokowi, walaupun kami ya selama ini tidak dengan pemerintah."
"Bukan suatu persoalan bahwa kami dianggap politik koalisi, tapi bilamana kami dianggap membantu pemerintah itu suatu kehormatan," ujar Ketua Komisi VIII DPR RI itu.
Sebelumnya, Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, dan Sekjen PAN, Eddy Soeparno dikabarkan menghadiri undangan Jokowi di Istana Kepresidenan, Rabu (25/8/2021).
Tak sendirian, sejumlah petinggi parpol koalisi Jokowi juga ikut hadir.
Seperti, Sekretaris Jenderal Partai NasDem, Johnny Plate, dan Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto.
Padahal, diketahui, PAN bukan lah partai koalisi pendukung pemerintahan Jokowi.
Publik pun menduga-duga alasan Jokowi mengundang PAN ke Istana.
Tanggapan PKS: No Problem at All
Sementara itu, Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera pun ikut menanggapi kabar bergabungnya PAN ke koalisi Jokowi.
Mardani menyebut gabungnya PAN ke koalisi Jokowi, bukan lah masalah serius.
Pihaknya tetap teguh pendirian menjadi tim oposisi di pemerintahan Jokowi ini.
"PAN masuk oposisi kita no problem at all, sebagian besar masuk lagi atau gabung sama kami no problem, bahkan kami happy," ucap Mardani, dikutip dari tayangan YouTube TV One, Kamis (26/8/2021).
"Tetapi yang paling penting, kami (PKS) terus bekerja mengontrol kekuasaan," tambahnya.
Baca juga: Tak Ada Pembahasan Reshuffle Kabinet Saat Jokowi Bertemu Parpol Koalisi
Mardani mengatakan publik tak perlu menduga-duga alasan dibalik bergabungnya PAN, tetapi tetap waspada.
"Kita perlu hati-hati, tidak perlu suudzon. Peluang 'ketidakmungkinan nalar-nalar liar' bisa terjadi."
"Karena itu, PKS insyaallah istiqomah mengawal pemerintah dengan menjadi oposisi dan bersama rakyat," jelas dia.
Menurut Mardani, menjadi partai oposisi akan membuat sistem demokrasi di Indonesia menjadi sehat dan seimbang.
Karena, kinerja pemerintah yang berkuasa akan terus diawasi.
"Oposisi itu sehat, oposisi itu justru dewasa yang membuat demokrasi check of balance berjalan."
"Ketika ada kekuatan di dalam parlemen yang mengontrol pemerintah," jelas dia.
(Tribunnews.com/Shella Latifa)