Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019 Saut Situmorang mengatakan, terdapat banyak sekali risiko yang dihadapi oleh lembaga antirasuah yang diabaikan oleh para pimpinan di bawah Ketua Firli Bahuri.
Bahkan kata Saut, risiko tersebut jumlahnya mencapai puluhan ribu, satu di antaranya yakni risiko perilaku pimpinan KPK itu sendiri.
"Ada puluhan ribu risiko yang bakalan terjadi di KPK, terlebih untuk pimpinan KPK, risiko itu sangat banyak, risiko perilaku pimpinan terlebih, itu sudah kita lihat risikonya, mereka (pimpinan) tidak bisa melihat risiko itu," kata Saut dalam diskusi bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) secara daring, Minggu (29/8/2021).
Baca juga: Abraham Samad: Pimpinan KPK Ikut Pelemahan Pemberantasan Korupsi Jika Tak Taati Rekomendasi
Adapun hal yang membuat para pimpinan KPK abai dengan risiko tersebut kata Saut, karena saat revisi Undang-Undang KPK Nomor 19 tahun 2019 disahkan, mereka turut larut menyambut pengesahan Undang-Undang tersebut.
Padahal menurutnya, Undang-undang yang dimaksud itu, sangat melemahkan kinerja KPK, dan dirinya pribadi menolak pengesahan Undang-Undang itu.
"Karena saat UU 19 itu datang (disahkan), mereka datang dengan hingar bingar, 'UU baru kita bisa melakukan banyak hal', mereka lupa dengan hal yang sangat sederhana, ada hal yang sangat prinsip bahkan kita gak tahu seperti apa mereka memutuskan itu di dalam," ucap Saut.
Dirinya lantas, menegaskan kembali, soal tugas dan tanggung jawab dari KPK yang di mana kata dia ada lima kewenangan.
Baca juga: Kepercayaan Publik Menurun, Eks Pimpinan KPK Minta Pemerintah Serius Selamatkan Lembaga Antirasuah
Keseluruhannya yakni, harus mengedepankan koordinasi, supervisi, monitoring, pencegahan, penindakan, dan itu semua kata Saut harus berkaitan.
"Paket itu enbrige satu sama lain, tidak bisa pencegahan saja enggak bisa,itu jadi satu, anda juga gabisa menggunakan teori satu ke teori yang lain," ucapnya.
Mantan Wakil Ketua KPK ini juga turut menyoroti terkait penetapan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019.
Di mana kata dia, pasca Undang-Undang tersebut ditetapkan, cenderung tidak ada yang bisa diharapkan dari KPK, terlebih dengan struktur organisasi kepemimpinan yang saat ini terbentuk.
Baca juga: KPK Minta Testimoni Eks Koruptor untuk Pencegahan Korupsi, ICW: Makin Absurd
"Saya melihat bahwa kalau memang kita pengin pemberantasan korupsi sebagaimana yang dimaksud oleh reformasi, dengan situasi dan struktur organisasi dengan seperti sekarang ini (pimpinan Firli Bahuri) dengan yang di dalamnya sebagian dari masalah, anda tidak akan bisa mengharapkan apa-apa dari KPK," ucap Saut.
"Sudah jelas tuh, 5 orang (pimpinan), tiga orang bermasalah, 1 kurang umur, jadi kalau divotting itu yang berintegrity itu cuma satu orang," sambungnya.
Dirinya berkaca pada terkait hasil temuan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terhadap sengkarut penyelanggaraan tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk alih status pegawai KPK menjadi ASN.
Kata dia, dengan kondisi KPK saat ini berdasarkan hasil temuan Komnas HAM yang menyatakan terdapat setidaknya 11 pelanggaran HAM dalam pelaksanaan TWK membuat tingkat kepercayaan publik ke KPK akan sangat rendah.
"Kalau saya lihat bagaimana cara mengelola organisasi (saat ini), tentu kondisinya sangat-sangat pada posisi yang sangat rendah, jadi publik kepercayaannya (kepada KPK) sangat rendah," kata Saut dalam diskusi tersebut.
Dengan melihat kondisi seperti itu, dirinya berharap jajaran Dewan Pengawas (Dewas) KPK dapat bekerja lebih keras untuk langkah lebih lanjut KPK ke depan.
Sebab kata dia, harapan terbesar hanya ada pada kerja dan tanggung jawab Dewas.
"Kalau kita mau tahu bagaimana kita ke depan ini kerja kerasnya bisa kita harapkan kepada Dewas, karena Dewas itu ibarat penjaga malam," tukasnya.