TRIBUNNEWS.COM - Beberapa waktu ini, beberapa ramai diperbincangkan petisi masyarakat di jagat media sosial.
Petisi tersebut dianggap sebagai bentuk penyampaian pendapat publik terhadap suatu fenomena.
Satu contoh, petisi masyarakat memboikot penyanyi dangdut Saipul Jamil untuk tidak tampil di siaran TV dan YouTube, karena sempat terjerat kasus pencabulan terhadap anak.
Ada lagi, bergulir petisi 'Batalkan Kartu Vaksin Sebagai Syarat Administrasi' di media sosial Twitter.
Baca Selanjutnya: Tips Aman Menggunakan Media Sosial agar Tak Berujung Pidana Menurut Ahli Hukum
Lantas, apakah sebuah petisi ini diakui hukum Indonesia? Bagaimana dengan kekuatan hukumnya?
Advokat sekaligus Managing Partner WMP Law Office, Wawan Muslih mengatakan petisi tidak lah dilarang, karena Indonesia adalah negara demokrasi.
Menurutnya, ketentuan soal petisi tidak diatur langsung dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Petisi itu boleh di negara kita karena negara kita demokrasi. Siapapun berhak mengeluarkan pendapatnya," ucapnya dalam program Kacamata Hukum Tribunnews.com, Senin (6/9/2021).
Baca juga: Apa Saja Sanksi Pidana bagi Pelaku Bullying? Begini Penjelasan Ahli Hukum
Namun, kata Wawan, jika dibandingkan dengan negara lain seperti Amerika dan Jepang.
Kekuatan petisi di Indonesia tidak lah kuat seperti kedua negara itu.
"Di Jepang dan di Amerika kekuatan petisi itu lebih kuat," jelasnya.
Tetapi hal itu bukan berarti petisi tak pernah berbuah baik di Indonesia.
"Di Indonesia pun juga pernah dilakukan beberapa kali terkait dengan kasus yang tidak jalan, akhirnya dilakukan petisi dan perkara dilanjutkan."
"Ada yang hukumannya masih ngambang sebelum putusan, ada petisi dari masyarakat, akhirnya diputuskan hukuman yang berat," jelas Wawan.
Baca Selanjutnya: Kritik Lewat Gambar Mural Bisakah Dijatuhi Pidana Begini Penjelasan Ahli Hukum