News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemerintah Usul Lima RUU Masuk Prolegnas Prioritas 2021

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Rapat Paripurna DPR RI.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mengusulkan lima Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas tahun 2021.

Hal itu disampaikan Menkumham Yasonna H. Laoly saat rapat evaluasi Prolegnas prioritas tahun 2021 bersama Baleg DPR RI dan DPD RI, Rabu (15/9/2021).

"Pada kesempatan ini bila dimungkinkan pemerintah mendorong rencana undang-undang untuk dimasukkan daftar rancangan undang-undang prolegnas prioritas tahun 2021 sebagai berikut," kata Yasonna.

Pertama, RUU tentang Perampasan Aset terkait dengan tindak pidana.

"Rancangan undang-undang tentang perampasan aset terkait dengan tindak pidana, nomor urut 137 dalam Prolegnas 2020-2024. Indonesia hanya dikenal adanya perampasan aset dalam sistem hukum pidana dan hanya dapat dapat dilaksanakan melalui putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan tetap," ujarnya.

Baca juga: Puan: DPR Berkomitmen Tuntaskan Prolegnas dengan Legislasi Berkualitas

Kedua adalah RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ketiga adalah RUU tentang Pemasyarakatan.

Yasonna mengatakan bahwa kedua RUU itu merupakan carry over dari DPR periode lalu.

Sebab, banyak yang menilai saat itu pemerintah dan DPR kurang mensosialisasikan kedua RUU itu, terutama RUU KUHP.

Namun, saat ini DPR dan pemerintah telah mensosialisasikan RUU tersebut ke seluruh daerah.

"Pemerintah juga bersama-bersama teman anggota DPR juga sudah melakukan dari Komisi III sosialisasi ke daerah, kampus dan berbagai perguruan tinggi tentang UU ini," ucap Yasonna.

"Dan kami melihat bahwa dari apa yang kami peroleh dari berbagai daerah yang tim-nya dipimpin oleh Wamenkum HAM, kita sudah melihat bahwa pemahaman yang semakin dapat dimengerti oleh masyarakat," imbuhnya.

Keempat adalah RUU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Yasonna mengatakan implementasi UU ITE selama ini berpotensi multitafsir.

"Empat, rencana undang-undang tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 2008 tentang Transaksi Elektronik. Karena implementasinya UU ITE mengalami persoalan-persoalan terkait pasal-pasal ketentuan pidana yang berpotensi multitafsir, berdasarkan pertimbangan tersebut perlu dilakukan perubahan kedua," ucapnya.

Kelima, RUU tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Yasonna mengatakan bahwa masih ada ketentuan yang belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan

"Bahwa rancangan undang-undang ini kami minta diusulkan oleh DPR. Perubahan dilakukan dengan merubah dan menambah ketentuan baru yang sebelumnya diatur eksklusif dalam UU BPK. Namun hasil eksepatakan kami dengan pimpinan, bahwa rancangan UU ini kami minta diusulkan oleh DPR, Undang-Undang Nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini