TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan dikritik oleh Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M. Massardi.
Kritikan muncul pascadiketahui Basari saat ini menjabat sebagai Presiden Komisaris di PT Sentul City Tbk.
Adhie mengatakan patut dicurigai ada sesuatu dengan penunjukkan Basaria sebagai Preskom PT Sentul City.
Sebab rekam jejak perusahaan itu menunjukkan pernah menjadi pesakitan KPK.
Baca juga: Sentul City Sebut Rocky Gerung Dapatkan Lahan di Bojong Koneng dari Seorang Narapidana
Diketahui, saat Basaria menjadi pimpinan KPK, bos PT Sentul City Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng berurusan dengan lembaga antirasuah.
Swie Teng kala itu diganjar 5 tahun penjara oleh pengadilan Tipikor karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi, menyuap Bupati Bogor Rachmat Yasin guna memuluskan tukar-menukar kawasan hutan di Kabupaten Bogor (2015).
"Masalahnya, perusahaan swasta yang bergerak di bidang pengelolaan dan pengolahan lahan ini dalam menjalankan usahanya terindikasi pernah melawan hukum dan semena-mena, terutama dalam membebaskan lahan milik rakyat,” kata Adhie, ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (16/9).
"Tempat Basaria menjadi Preskom adalah perusahaan yang pernah menjadi pesakitannya KPK. Nah kemudian eks wakil ketua KPK bisa masuk kesitu kan kemungkinan besar ada sesuatu dibalik itu. Apakah ada permainan di dalam situ, mungkin saja terjadi," imbuhnya.
Guna memastikan ada tidaknya patgulipat terkait masuknya Basaria di PT Sentul City, Adhie mendesak Dewan Pengawas (Dewas) KPK menyelidiki hal tersebut.
Meski Basaria sudah berstatus sebagai mantan pimpinan KPK, Dewas KPK disebut masih bisa bertindak lantaran hal ini memiliki implikasi terhadap integritas institusi terdahulu yang berkaitan dengan Basari yakni KPK.
"Nah karena ini menyangkut integritas KPK sebagai institusi maka Dewas KPK punya otoritas untuk memeriksa Basaria Panjaitan meski dia sudah bukan pimpinan lagi. Karena kalau mantan pejabat tinggi suatu lembaga itu akan tetap membawa integritas institusi terdahulunya. Karena itu secara moral dan etika masih dalam kontrol Dewas KPK," ucapnya.
Di sisi lain, Adhie memiliki pandangan bahwa semua mantan pimpinan KPK jika sudah habis masa jabatannya dinilai tidak etis untuk bekerja di sektor swasta maupun perusahaan pelat merah.
Menurutnya, harus ada masa transisi sebelum yang bersangkutan benar-benar terjun ke sektor swasta ataupun perusahaan pelat merah.
Dalam kurun waktu itu, Adhie memaparkan seharusnya mantan pimpinan KPK hanya menjadi pengajar ataupun penasehat KPK.
"Misal menjelang purna tugas, pasti dia bingung mau kerja dimana cari kehidupan dimana, nah itulah yang memungkinkan mantan pimpinan KPK untuk negosiasi atau main mata dengan pihak luar. Ada banyak contoh yang sudah-sudah, ada yang menjadi komisaris, ada yang menjadi dirjen di kementerian, nah ini kan ada conflict of interest," katanya.
Baca juga: Masalah Lahan Rocky Gerung vs PT Sentul City, Kementerian hingga Dewan Bersuara
Apa yang disampaikannya, kata Adhie, sebenarnya adalah gagasan lama yang dibuat ketika diminta DPR untuk merevisi UU KPK.
Kala itu, salah satu pasal yang diusulkannya demi memperkuat KPK adalah memperkuat integritas pimpinan KPK.
Dengan demikian, diharapkan para pimpinan KPK dalam bertugas menajdi lepas dan tidak terikat atau tergantung kepada siapapun.
Sebab kalau tidak ada perlindungan terhadap pimpinan KPK pascapurna jabatan, maka kemungkinan besar mereka akan terganggu integritasnya di masa depannya.
Baca juga: Pengamat: Ada Makna Politis soal Konflik Tanah Rocky Gerung dan Sentul City di Bojong Koneng
Selain itu, meski tak ada aturan tertulis mengenai hal ini, Adhie menyebut secara moral dan etika hal ini harus dilaksanakan.
Apalagi etika sendiri tidaklah tertulis melainkan sudah meresap di masyarakat.
"Jadi saran saya setelah masa tugas itu, mantan pimpinan KPK tidak boleh kerja dimana-mana, tapi konsekuensinya negara harus memberikan insentif atau 50 persen dari gaji selama ini. Tapi intinya KPK itu lembaga hukum negara yang selama ini disegani masyarakat dan dipercaya memiliki kekuatan melibas korupsi," jelas Adhie.
"Nah kalau mantan petingginya bekerja di tempat sembarangan seperti kasus Basaria Panjaitan ini maka publik akan melecehkan lembaga ini. Secara nyata kan ini memang tidak patut, jadi etika dan moral pimpinan KPK itu dipertanyakan," tandasnya.