News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Seleksi Kepegawaian di KPK

Pakar Nilai TWK Hanya Jadi Alibi Penguasa Singkirkan Pegawai KPK

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Diskusi secara daring yang diselenggarakan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW), Minggu (19/9/2021).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung (FH Unpad) Atip Latipulhayat turut menyoroti sengkarut di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perihal Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) untuk alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Atip menilai, TWK yang menjadikan tolak ukur pimpinan KPK untuk memberhentikan pegawai KPK yang tidak lolos TWK hanyalah sebuah alibi atau alasan untuk menyingkirkan para pegawai tersebut.

"Saya melihat dari awal TWK itu memang didesain sebagai sebuah alibi untuk menyingkirkan (para pegawai KPK), jadi itu alibi saja," kata Atip dalam diskusi bersama ICW secara daring, Minggu (19/9/2021).

Baca juga: TWK Maladministrasi, Ombudsman Kaget Pertama Kalinya Ada Pihak Terlapor Ajukan Keberatan

Ironisnya kata dia, alibi merupakan upaya yang kerap kali didesain oleh mereka yang tidak jujur.

Sebab, kata Atip, alibi tidak diperlukan oleh mereka yang sering berbuat jujur, karena mereka akan menyampaikan fakta yang ada dengan percaya diri.

"Kalau orang jujur kenapa harus membuat alibi, dia akan dengan senang penuh percaya diri menyampaikan fakta-fakta, tetapi terkait dengan wawasan kebangsaan, hukum kemudian dibuat tafsir manipulatif," ucapnya.

Baca juga: ICW Desak Jokowi Temui Ombudsman dan Komnas HAM Bahas Polemik TWK Pegawai KPK

Tak hanya itu, terkait dengan peralihan pegawai KPK sebagai ASN kata dia, itu merupakan sebuah tujuan untuk mengendalikan KPK.

Dengan kata lain, Atip menyatakan, agar para pegawai KPK berada dalam kendali penguasa.

"Tujuan awal pegawai KPK itu berubah status menjadi ASN itu sudah kami baca karena ingin mengendalikan KPK, secara khususnya adalah ingin mengkrangkeng mereka, mereka yang 75 menjadi 57 (kekinian 56) itu supaya berada pada kendali kuasa," ucap Atip.

"Dengan begitu saya katakan berbagai argumentasi, nalar kuasa tidak bisa dikalahkan oleh nalar hukum sebening apapun, begitu juga hukum tidak mampu mengalahkan kuasa yang memang tidak menghormati hukum," tukasnya.

Baca juga: Komnas HAM: Presiden Masih Berwenang Menyelesaikan Persoalan TWK KPK

Sebagaimana diketahui, sebanyak 56 pegawai nonaktif KPK tidak akan lagi bekerja di lembaga antirasuah per 1 Oktober 2021.

Itu karena Firli Bahuri Cs resmi memecat 56 dari total 75 pegawai gagal menjadi aparatur sipil negara (ASN) karena tersandung tes wawasan kebangsaan (TWK) pada 30 September 2021 mendatang.

Ketua KPK Firli Bahuri pun telah mengeluarkan SK Pimpinan KPK tentang Pemberhentian Dengan Hormat Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi.

SK bernomor 1354 tahun 2021 itu ditetapkan di Jakarta pada 13 September 2021.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini