TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim mengungkapkan hasil seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) untuk guru honorer.
Menurut Nadiem sebanyak 100.000 guru honorer akan diangkat menjadi guru PPPK.
Hal itu diketahui berdasarkan hasil seleksi tahap pertama yang berlangsung pada September 2021.
"Berdasarkan seleksi pertama, sekitar hampir 100.000 guru honorer dari seluruh Indonesia akan segera diangkat menjadi guru PPPK," kata Nadiem dalam rapat dengan Komisi X DPR, Kamis (23/9/2021).
"Nah, ini mohon tepuk tangannya untuk 100.000 guru honorer yang sudah lolos (PPPK)," kata dia menambahkan.
Baca juga: Guru Honorer yang Sudah Mengabdi Puluhan Tahun Diusulkan Diangkat Tanpa Tes
Nadiem menjelaskan 100.000 guru honorer yang diangkat kali ini merupakan 30 persen dari total 326.476 formasi yang mendapatkan pelamar.
Adapun jumlah total formasi yang tersedia sebanyak 506.247 formasi.
Nadiem yakin bahwa jumlah guru honorer yang diangkat menjadi guru PPPK akan bertambah pada tes seleksi berikutnya.
"Lebih banyak lagi yang akan diangkat setelah ujian seleksi kedua dan ketiga," ucap Nadiem Makarim.
"Alasannya banyak, mereka tentunya sudah mengetahui (materi) tes yang pertama, tes kedua biasanya akan meningkat (nilainya)."
Nadiem mengatakan formasi yang tersedia pada seleksi berikutnya juga akan lebih banyak.
Sebab, kata dia, pihaknya akan terus berupaya meyakinkan daerah-daerah untuk menyediakan formasi bagi guru PPPK.
Namun demikian, Nadiem menegaskan, jumlah sekitar 100.000 guru honorer yang akan diangkat menjadi guru PPPK tersebut baru berdasarkan rekap awal.
Saat ini, kata dia, pengolahan data hasil ujian seleksi pertama masih berlangsung.
Panitia seleksi nasional masih berembuk untuk memfinalisasi hasil ujian tersebut.
"Pengumuman lengkap ujian seleksi pertama dilakukan beberapa hari ke depan," ujar Nadiem.
Ada evaluasi
Pada kesempatan yang sama Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda meminta Kemendikbud Ristek mengevaluasi seleksi P3K tahap pertama.
Hal ini dikarenakan Komisi X DPR telah menerima beragam keluhan dan masukan yang disampaikan secara lisan maupun tertulis dari para guru terkait pelaksanaan seleksi guru P3K.
Pertama, dalam pelaksanaannya terjadi kesimpangsiuran standar prosedur terkait jadwal dan perelengkapan yang dikeluarkan oleh pelaksana pusat.
Menurut Syaiful kondisi ini membuat banyak peserta tidak dapat mengikuti ujian seleksi P3K dan mengalami perbedaan perlakuan karena kegiatan dianggap belum konsistem.
Kedua, kisi-kisi yang dikeluarkan oleh Kemendikbud Ristek dinilai sangat jauh dari materi soal yang diujikan kepada peserta P3K.
Kemudian, soal yang bersifat homogen di kompetensi teknis yang diujikan kepada peserta dengan latar belakang pendidikan berbeda membuat peserta dari jenjang sekolah dasar atau guru kelas kesulitan menjawab soal.
Keempat, rasio tingkat kesulitan soal dengan jumlah 100 soal dengan durasi waktu 120 menit sangat jauh dari harapan para guru peserta seleksi, terutama untuk soal-soal mengenai pendekatan high order thinking skill yang memerlukan waktu lebih untuk penalaran.
"Modal soal seperti ini belum familiar bagi peserta terutama peserta ujian dengan usia guru tertentu," ujar Syaiful.
Kelima, rentang nilai ambang batas atau passing grade sebesar 260-330 dinilai terlalu tinggi.
Passing grade itu dinilai tidak memperhatikan aspek peserta ujian yang terdiri dari guru dan tenaga honorer yang umumnya sudah lanjut usia dan mengabdi lebih dari belasan tahun.
Menurut Syaiful, skema penambahan poin dapat dibuka dengan melihat beberapa aspek antara lain dengan mempertimbangkan prestasi guru honorer dan zonasi letak geografis.
"Hal ini yang perlu didorong adalah perlu penambahan poin afirmasi guru honorer sehingga rentang nilai ambang batas dapat dicapai," ujar Syaiful.
Sumber: Kompas.TV/Tribunnews.com
>