"Bu Veronika langsung menyebutkan, Panin sanggup membayar kurang pajaknya Rp300 miliar dan menyediakan sebesar Rp25 miliar," ujar Febrian.
Febrian mengaku melaporkan hal ini kepada atasannya, yaitu Dadan dan Angin.
Setelah disetujui, Febrian pun langsung menyiapkan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) dan disampaikan ke pihak Bank Panin.
Namun setelah SPHP diserahkan kepada kepala staf pajak Bank Panin bernama Tikoriaman, hal itu tidak disetujui.
"Jadi begini pak, Ketika draf-nya selesai ditandatangani pak Dadan surat pemberitaan hasil pemeriksaan saya lapor ke Yulmanizar 'pak ini SPHP-nya selesai, kita sampaikan ke siapa? Pak Yulmanizar memerintakan ke saya 'kamu hubungi Tikoriaman kepala staf pajak, jadi dia yang ada di struktur organisasi pajak Panin, suruh datang. Kemudan diserahkan SPHP-nya ke beliau. Tanggapannya tidak setuju," ungkap Febrian.
"Jadi ketika Pak Yulmanizar menyampaikan kepada pak Tiko, Pak Yulmanizar bilang begini 'Bapak tanggapi saja sebisanya' begitu pak, SPHP-nya itu," lanjutnya.
Setelah pajak Bank Panin dikurangi menjadi hanya Rp303 miliar, Veronika kembali mendatangi kantor Ditjen Pajak dan bertemu tim pemeriksa pajak.
Dalam pertemuan itu, Veronika mengaku hanya sanggup membayar Rp5 miliar dari Rp25 miliar yang dijanjikan.
Uang tersebut kemudian diserahkan tim pemeriksa pajak kepada Angin dan Dadan.
JPU KPK mendakwa dua mantan pejabat pajak Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani menerima suap sebesar Rp15 miliar dan 4 juta dolar Singapura atau setara dengan Rp42 miliar.
Suap dengan total Rp57 miliar itu diterima Angin, Dadan bersama tim pemeriksa pajak agar merekayasa nilai pajak Bank Panin, Jhonlin Baratama, dan Gunung Madu Plantations.
Uang suap sebesar Rp57 miliar tersebut diterima pejabat pajak dari tiga konsultan dan satu kuasa pajak, yakni Veronika Lindawati selaku kuasa dari PT Bank Panin; Agus Susetyo selaku konsultan pajak PT Jhonlin Baratama; serta Ryan Ahmad Ronas dan Aulia Imran Magribi selaku konsultan pajak dari PT Gunung Madu Plantations.