Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute Karyono Wibowo menilai, peryataan mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo soal PKI sudah menyusup di tubuh TNI terlalu gegabah.
Apalagi, kata Karyono, jika tuduhan itu hanya berdasarkan pada informasi bahwa patung Soeharto, Letjen Sarwo Edhie Wibowo, dan Jenderal AH Nasution raib dari Makostrad.
"Informasi tersebut sangat tidak cukup untuk mengambil kesimpulan bahwa PKI sudah menyusup ke TNI," kata Karyono saat dihubungi Tribunnews, Selasa (28/9/2021).
Semestinya sebagai mantan panglima TNI, kata Karyono, tidak sembarangan membuat pernyataan terbuka ke publik jika tidak didukung alat bukti yang cukup.
Jika kesimpulan diambil hanya berdasarkan informasi, apalagi cuma dari satu pihak, maka dalam membuat kesimpulan bisa terjebak pada kesimpulan halusinasi.
Baca juga: Agum Gumelar Sebut Gatot Nurmantyo Terlalu Gopoh Sebut TNI AD Disusupi PKI
Menurut Karyono, narasi yang seharusnya dibangun Gatot adalah mengingatkan dan memberikan saran tentang potensi ancaman terhadap berbagai faham yang membahayakan pondasi kebangsaan.
"Gatot semestinya bisa menjelaskan secara rasional mengapa komunisme harus ditolak. Begitu juga semestinya Gatot juga menjelaskan mengapa radikalisme/ektremisme dan liberalisme bertentangan dengan Pancasila yang menjadi prinsip dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," ucap Karyono.
Lebih lanjut, Karyono menilai hal itu lebih mendidik daripada sekadar mengumbar pernyataan yang mengandung unsur provokasi dan menyesatkan.
Baca juga: Jelang G30S, Gatot Sebut Tubuh TNI Disusupi PKI, Letjen Dudung Jelaskan Patung Soeharto Hilang
Jika pesan yang disampaikan rasional, obyektif, dan edukatif maka hal ini juga dapat menunjukkan kualitas berfikir sebagai tokoh besar.
Di satu sisi, Karyono sependapat jika pernyataan Gatot ditujukan agar tetap waspada terhadap komunisme.
Tetapi, Gatot juga harus bersuara lantang tentang bahayanya radikalisme/ekstremisme dan liberalisme yang tidak sesuai dengan Pancasila dan kepribadian bangsa.
Karyono juga mengingatkan, agar ancaman bahaya komunisme, radikalisme/ekstremisme, liberalisme ini tidak sekadar menjadi alat propaganda untuk kepentingan kelompok tertentu dan untuk tujuan pragmatis, apalagi sekadar menjadi 'dagangan' musiman.
Baca juga: Ada 2 Target yang Disasar Gatot Nurmantyo Saat Mainkan Isu Komunisme
Akibat dari itu, hanya menimbulkan kegaduhan, retaknya persatuan bangsa dan rusaknya kohesi sosial.