News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Gerakan 30 September

Profil Singkat 7 Pahlawan Revolusi Korban Pengkhianatan G30S: dari Ahmad Yani hingga Pierre Tendean

Penulis: Farrah Putri Affifah
Editor: Arif Fajar Nasucha
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Berikut profil singkat 7 Pahlawan Revolusi

TRIBUNNEWS.COM - Simak profil singkat 7 pahlawan revolusi korban pengkhianatan G30S di dalam artikel ini.

G30S merupakan peristiwa pengkhianatan terbesar yang dialami bangsa Indonesia.

Dikutip dari bkpp.demakkab.go.id, peristiwa G30S terjadi pada malam 30 September hingga 1 Oktober 1965.

Pada peristiwa tersebut, dalam suatu usaha kudeta, tujuh perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang yang lain dibunuh.

Lalu siapa saja pahlawan revolusi yang terbunuh dalam peristiwa G30S?

Diwartakan sebelumnya oleh Tribunnews.com yang dikutip dari gramedia.com, berikut profil singkat 7 pahlawan revolusi yang terbunuh dalam peristiwa G30S:

Baca juga: Sinopsis Film G30S: Peristiwa Sejarah Pembunuhan Pahlawan Revolusi, Tayang Malam ini di MNCTV

Baca juga: KRONOLOGI Tragedi Pemberontakan G30S 1965, Upaya Penumpasan G30S, hingga Fakta Sejarah

Profil Singkat 7 Pahlawan Revolusi:

1. Jenderal TNI Ahmad Yani

Jenderal TNI Ahmad Yani merupakan salah satu korban dari peristiwa G30S.

Ahmad Yani lahir di Purworejo, Jawa Tengah.

Ia lahir pada tanggal 19 Juni 1922.

Pada saat muda, Ia pernah mengikuti wajib militer dan berperan sebagai tentara Hindia Belanda.

Kemudian, Ahmad Yani dikenal memiliki beberapa prestasi.

Beberapa prestasi tersebut, membuat pihak pemerintah Indonesia mengirim Ahmad Yani untuk mengikuti kursus militer di Amerika Serikat.

Lalu, pada saat 30 September 1965, oleh beberapa pasukan.

Pasukan tersebut bernama Cakrabirawa.

Pasukan Cakrabirawa dipimpin langsung oleh Letnan Kolonel Untung.

Sebelum diculik, Ahmad Yani di tembak oleh pasukan Cakrabirawa terlebih dahulu.

Kemudian, jasadnya dimasukkan ke dalam sumur yang terletak di wilayah Lubang Buaya.

2. Mayor Jenderal Siwondo Parman

Mayor Jenderal Siwondo Parman lahir di Wonosobo, Jawa Tengah pada 14 Agustus 1918.

Ia sempat masuk ke sekolah kedokteran.

Namun, Ia berhenti saat Jepang menjajah Indonesia.

Lalu, Parman bekerja sebagai polisi militer pada saat kekuasaan Jepang.

Kemudian, setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, Parman bergabung di TKR.

Beberapa tahun setelah itu, Parman naik jabatan menjadi kepala staf Gubernur militer di Jabodetabek.

Ia berpangkat Mayor.

Lalu, pada 30 September 1965, pasukan Cakrabirawa menculik Parman di kediamanya.

Ia dibawa paksa oleh pasukan Cakrabirawa ke Lubang Buaya.

Kemudian, Parman ditembak bersama dengan perwira lainnya.

3. Brigjen TNI Donald Isaac Pandjaitan

Brigjen TNI Donald Isaac Pandjaitan lahir di Balige, Sumatera Utara.

Ia lahir pada 9 Juni 1925.

Saat Jepang menguasai Indonesia, Ia baru saja menyelesaikan sekolahnya.

Lalu, Padjaitan menjadi anggota Gyugun atau tentara sukarela setelah tamat SMA.

Kemudian, setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, Ia bergabung di dalam Tentara Keamanan Rakyat di Pekanbaru, Riau.

Pada tahun 1963, Pandjaitan dikirim untuk mengikuti kursus militer di Amerika Serikat.

Setelah itu, pada 1 Oktober 1965, Pandjaitan diculik oleh pasukan Cakrabirawa dan menjadi salah satu korban G30S.

4. Mayjen M.T Haryono

Mayjen MT Haryono ini lahir di Surabaya, Jawa Timur.

Ia lahir pada 20 Januari 1924.

Pada saat Jepang menguasai Indonesia, M.T Haryono sempat menempuh pendidikan di Ika Dai Gakko (Sekolah Tinggi Kedokteran).

Namun pendidikan tersebut tidak sampai tamat karena Jepang saat itu menyerah.

Lalu, setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, Ia bergabung dengan TKR.

Kemudian, Ia mendapat pangkat Mayor.

Ia memiliki beberapa kemampuan berbahasa asing.

Kemampuan tersebut di antaranya, bahasa Jerman, Belanda, dan Inggris.

Lalu, berkat kemampuan yang dimiliki, Ia didaulat sebagai atase militer Indonesia di belanda.

Kemudian Ia kembali ke Indonesia.

Setelah itu, Ia diangkat menjadi Deputi III Menteri/Panglima Angkatan Darat Jenderal Ahmad Yani.

5. Mayjen R. Suprapto

Mayjen R. Suprapto lahir di Purwokerto, Jawa Tengah.

Ia lahir pada 20 Juni 1920.

Suprapto mengikuti pelatihan militer di Koninklijke Militaire Akademie setelah menyelesaikan pendidikannya.

Namun pelatihan tersebut tidak sampai selesai karena Jepang datang menguasai Indonesia.

Lalu, setelah Indonesia meredeka, R. Suprapto bergabung ke dalam TKR.

Kemudian, pada 1 Oktober 1965, Ia dijemput paksa oleh pasukan Cakrabirawa.

Pasukan Cakrabirawa mengatakan bahwa R. Suprapto dipanggil untuk menghadap Presiden Soekarno.

Namun, Ia ternyata dibawa ke Lubang Buaya oleh pasukan Cakrabirawa.

6. Mayjen TNI Sutoyo Siswomiharjo

Mayjen TNI Sutoyo Siswomiharjo lahir di Purworejo, Jawa Tengah.

Ia lahir pada 28 Agustus 1922.

Setelah tamat pendidikannya, Ia bekerja menjadi pegawai pemerintah di Purworejo.

Kemudian pada tahun 1944, Ia berhenti bekerja.

Setelah Indonesia merdeka, Sutoyo Siswomiharjo bergabung dengan TKR.

Pada tahun 1960, Ia menyelesaikan sekolah staf dan komando di Bandung.

Lalu, Ia ditugaskan menjadi Inspektur Kehakiman Angkatan Darat.

Kemudian Ia naik jabatan sebagai Inspektur Kehakiman dengan pangkat Brigadir Jenderal TNI.

Setelah itu, Ia dijemput paksa di kediamannya oleh pasukan Cakrabirawa dan dibawa ke Lubang Buaya.

7. Kapten Czi. Pierre Tendean

Kapten Czi. Pierre Tendean memiliki nama lengkap yaitu Pierre Andries Tendean.

Ia lahir pada 21 Januari 1939.

Sedari kecil, Pierre Tendean memiliki cita-cita menjadi seorang tentara.

Setelah lulus sekolah, Ia mendapat tugas menjadi seorang Komandan Peleton Batalyon Zeni Tempur 2 Kodam II di Medan.

Pierre mendapat pangkat yaitu Letnan Dua.

Sampai akhirnya Ia naik pangkat sebagai letnan satu.

Kemudian Pierre ditarik menjadi seorang ajudan Jenderal A.H Nasution.

Pada 1 Oktober 1965, pasukan Cakrabirawa datang untuk menculik Jenderal A.H Nasution.

Namun, karena mendesak, mereka tidak bisa memberdakana antara Pierre Tendean dan A.H Nasution.

Sehingga mereka membawa Pierre Tendean.

Lalu, A.H Nasution berhasil melarikan diri.

Kemudian, jasad Pierre Tendean dimasukkan ke dalam Lubang Buaya.

(Tribunnews.com/Farrah Putri/Yunita Rahmayanti)(Gramedia.com/Lely Azizah)

Artikel lain terkait Gerakan 30 September

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini