Adanya campur tangan politisi yang terlalu jauh dalam masalah intern TNI mendorong terjadinya Peristiwa 17 Oktober 1952.
Peristiwa tersebut mengakibatkan adanya keretakan di lingkungan internal TNI AD.
Sehingga, campur tangan politisi mendorong TNI untuk terjun dalam kegiatan politik dengan mendirikan partai politik.
Partai politik tersebut diberi nama Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IP-KI) yang pernah ikut dalam Pemilihan Umum tahun 1955.
Pada Periode Demokrasi Liberal, terjadi berbagai pemberontakan dalam negeri.
Sebagian bekas anggota KNIL melakukan pemberontakan di Bandung yang disebut sebagai pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil/APRA.
Selain itu ada pula pemberontakan lain, yaitu Pemberontakan Andi Azis di Makassar dan Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku pada 1950.
Pada waktu yang berdekatan, DI TII Jawa Barat melebarkan pengaruhnya ke Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Aceh.
Kemudian, Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta (PRRI/Permesta) melakukan pemberontakan di sebagian besar Sumatera dan Sulawesi Utara yang membahayakan integritas nasional pada 1958.
Jejeran pemberontakan tersebut berhasil ditumpas oleh TNI dan masyarakat.
Kemudian sejarah TNI berlanjut pada pembentukan organisasi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang merupakan gabungan dari organisasi angkatan perang TNI dan Kepolisian Negara pada 1962.
ABRI menjadi komando tunggal yang membawahi TNI dan Polisi.
Pengaruh Politik dalam Tubuh TNI
Pemerintah saat itu berharap ABRI dapat mencapai efektivitas dan efisiensi dalam melaksanakan perannya, serta tidak mudah terpengaruh oleh kepentingan kelompok politik tertentu.