News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

HUT TNI

Hari TNI 5 Oktober: Sejarah Dibentuknya TNI, Awalnya Bernama TKR

Penulis: Katarina Retri Yudita
Editor: Pravitri Retno W
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pangdam IV/Diponegoro Mayjen TNI Rudianto beserta pejabat utama Kodam IV/Diponegoro dan Forkopimda Jateng ikuti pelaksanaan Upacara HUT ke-76 TNI, bertempat di Lapangan Makodam IV/Diponegoro yang diselenggarakan secara virtual langsung dari Istana Merdeka Jakarta. Selasa (05/10/2021). Presiden Ir. Joko Widodo menjadi Inspektur Upacara Hari Ulang Tahun (HUT) Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke-76. Adapun Tema pada peringatan HUT TNI Ke-76 TNI Tahun 2021 ini yaitu Bersatu, Berjuang, Kita Pasti Menang. Pada kesempatan yang sama, Pangdam IV/Diponegoro menyampaikan sesuai dengan tema pada perayaan HUT TNI ke-76, mengingat situasi serta kondisi saat ini masih berada dalam ancaman Covid-19. Selama hampir 2 tahun berjalan, sinergitas antara TNI-Polri, Pemda maupun Stakeholder yang lain bersatu padu dalam menghadapi Covid-19. (Tribun Jateng/Hermawan Handaka)

TRIBUNNEWS.COM - Berikut sejarah TNI dan perubahan beberapa nama mulai dari TKR, TRI, hingga TNI.

Saat pertama kali dibentuk, TNI bernama Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Kemudian terjadi beberapa perubahan nama sebelum akhirnya menggunakan nama TNI.

Bagaimana sejarah dibentuknya TNI?

Baca juga: Sejarah Pembentukan dan Tugas TNI Lengkap dengan Kumpulan Link Twibbon HUT TNI Ke-76

Berikut sejarah dibentuknya TNI, dikutip dari kemhan.go.id:

Dibentuknya Tentara Keamanan Rakyat (TKR)

Kedatangan tentara Inggris sebagai perwakilan Sekutu ke Indonesia untuk mengambil alih kekuasaan dari Jepang ternyata dimanfaatkan oleh tentara Belanda untuk kembali ke Indonesia.

Hal tersebut membuat situasi menjadi tidak aman.

Kemudian tanggal 5 Oktober 1945, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan maklumat pembentukan tentara kebangsaan yang diberi nama Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Dibentuknya TKR juga dilatarbelakangi oleh keinginan para anggota Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan pemuda pejuang.

Hal ini dikarenakan Pemerintah RI belum juga membentuk suatu tentara nasional Indonesia yang resmi.

Pada waktu itu Markas Tertinggi TKR berada di Yogyakarta.

Tanggal 5 Oktober 1945, Pemerintah RI mengeluarkan maklumat sebagai berikut:

“Untuk memperkuat perasaan keamanan umum, maka diadakan satu Tentara Keamanan Rakyat."

Maklumat ini disusul Pengumuman Pemerintah tanggal 7 Oktober 1945 yang berbunyi:

“Ini hari telah dilakukan pembentukan Tentara Kebangsaan di salah satu daerah di Jakarta dengan maksud untuk menyempurnakan kekuatan Republik Indonesia."

Pemuda-pemuda bekas Peta, Heiho, Keigun, dan pemuda dari Barisan Pelopor telah menyiapkan tenaganya.

Hal ini disiapkan agar setiap waktu dapat membaktikan tenaganya untuk menentang kembalinya penjajah Belanda.

Pemuda-pemuda dan Tentara Kebangsaan itu segera diperlengkapi persenjataan agar dapat mempertahankan keamanan umum.

Maklumat, Pengumuman Pemerintah, dan Seruan Ketua KNIP tersiar ke seluruh negeri.

TKR mendapat sambutan hangat, tidak hanya dari pemuda yang telah tergabung dalam BKR, tetapijuga pemuda-pemuda lainnya.

Hal ini terbukti dengan banyaknya unsur pegawai negeri, swasta, guru, pelajar, petani, pedagang, dan santri.

Mereka yang tadinya belum masuk ke dalam BKR, pada akhirnya berbondong-bondong masuk TKR.

Sehingga apabila tidak diadakan pembatasan penerimaan saat itu, pasti kekuatan TKR sangat besar.

Kepala Staf Umum TKR, Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo, kemudian menyusun TKR dengan 10 Divisi di Jawa dan 6 Divisi di luar Jawa.

Satu di antara 10 Divisi TKR di Jawa adalah Divisi V di bawah pimpinan Kolonel Soedirman yang berkedudukan di Purwokerto, meliputi:

- Daerah Kedu;

- Pekalongan;

- Banyumas.

Pada 6 Oktober 1945, Presiden Soekarno mengangkat Suprijadi, seorang tokoh pemberontakan PETA di Blitar, menjadi Menteri Keamanan Rakyat dan Pemimpin Tertinggi TKR.

Namun, ia tidak pernah muncul sampai awal November 1945, sehingga TKR tidak mempunyai pimpinan tertinggi.

Sebagai solusinya, pada 12 November 1945 diadakan Konferensi TKR di Yogyakarta.

Konferensi ini dipimpin oleh Letjen Oerip Sumohardjo.

Hasil konferensi tersebut adalah terpilihnya Kolonel Soedirman sebagai Pimpinan Tertinggi TKR.

Tanggal 18 Desember 1945, Pemerintah Republik Indonesia mengangkat resmi Kolonel Soedirman menjadi Panglima Besar TKR dengan pangkat Jenderal.

Perubahan nama dan peningkatan status TKR

Berdasarkan Penetapan Pemerintah Nomor 2 Tanggal 7 Januari 1946, maka nama Tentara Keamanan Rakyat (TKR) diubah menjadi Tentara Keselamatan Rakyat (TKR).

Tentara Keamanan Rakyat hanya berumur 93 hari, yakni sejak 5 Oktober 1945 hingga 7 Januari 1946.

Hal ini bertujuan untuk memperluas fungsi ketentaraan dalam mempertahankan kemerdekaan dan menjaga keamanan rakyat Indonesia.

Pemerintah kemudian mengeluarkan Penetapan Pemerintah No.2/SD 1946 dan mengganti nama Tentara Keamanan Rakyat menjadi Tentara Keselamatan Rakyat.

Kemudian nama Kementerian Keamanan Rakyat diubah namanya menjadi Kementerian Pertahanan.

Markas Tertinggi TKR mengeluarkan pengumuman bahwa mulai tanggal 8 Januari 1946, nama Tentara Keamanan Rakyat diubah menjadi Tentara Keselamatan Rakyat.

Ilustrasi tentara. (weau.com)

Perubahan nama TKR menjadi TRI

Tanggal 26 Januari 1946, pemerintah mengeluarkan maklumat tentang penggantian nama Tentara Keselamatan Rakyat menjadi Tentara Republik Indonesia.

Hal ini bertujuan untuk menyempurnakan organisasi tentara menurut standar militer internasional.

Maklumat ini dikeluarkan melalui Penetapan Pemerintah No.4/SD Tahun 1946.

Untuk mewujudkan tentara yang sempurna, pemerintah membentuk suatu panita yang disebut dengan Panitia Besar Penyelenggaraan Organisasi Tentara.

Beberapa panitia tersebut adalah Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo dan Komodor Suryadarma.

Tanggal 17 Mei 1946, panitia mengumumkan hasil kerjanya, di antaranya:

- Rancangan dan bentuk Kementerian Pertahanan dan Ketentaraan;

- Kekuatan dan organisasi;

- Peralihan dari TKR ke TRI;

- Kedudukan laskar-laskar, barisan-barisan, serta badan perjuangan rakyat.

Tanggal 25 Mei 1946, Presiden Soekarno melantik para pejabat Markas Besar Umum dan Kementerian Pertahanan.

Pada upacara pelantikan tersebut, Panglima Besar Jenderal Soedirman mengucapkan sumpah anggota pimpinan tentara mewakili semua yang dilantik.

Perubahan TRI menjadi TNI

Pada masa mempertahankan kemerdekaan ini, banyak rakyat Indonesia membentuk laskar-laskar perjuangan sendiri atau badan perjuangan rakyat.

Usaha pemerintah Indonesia untuk menyempurnakan tentara kebangsaan terus berjalan, sambil bertempur dan berjuang untuk menegakkan kedaulatan serta kemerdekaan bangsa.

Pemerintah Indonesia terus berusaha untuk menyempurnakan tentara pada waktu itu.

Banyaknya laskar dan badan perjuangan rakyat ternyata kurang menguntungkan bagi perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan.

Sering terjadi kesalahpahaman antara TRI dengan badan perjuangan rakyat yang lain.

Untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman tersebut, pemerintah berusaha untuk menyatukan TRI dengan badan perjuangan yang lain.

Tanggal 15 Mei 1947, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan penetapan tentang penyatuan TRI dengan badan dan laskar perjuangan menjadi satu organisasi tentara.

Kemudian tanggal 3 Juni 1947, Presiden Soekarno mengesahkan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI) secara resmi.

Hal ini dilakukan untuk mempersatukan dua kekuatan bersenjata yaitu TRI sebagai tentara regular dan badan-badan perjuangan rakyat.

Sesuai dengan Keputusan Presiden pada tanggal 3 Juni 1947, Tentara Republik Indonesia (TRI) diubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Keputusan Presiden tersebut dimuat dalam Berita Negara Tahun 1947 Nomor 24.

Presiden juga menetapkan susunan tertinggi TNI.

Panglima Besar Angkatan Perang, Jenderal Soerdiman diangkat sebagai Kepala Pucuk Pimpinan TNI dengan beberapa anggota, di antaranya:

- Letnan Jenderal Oerip Sumohardjo;

- Laksamana Muda Nazir;

- Komodor Suryadarma;

- Jenderal Mayor Sutomo;

- Jenderal Mayor Ir. Sakirman;

- Jenderal Mayor Jokosuyono.

Dalam ketetapan itu juga menyatakan bahwa semua satuan Angkatan Perang dan satuan laskar yang menjelma menjadi TNI, diwajibkan untuk taat dan tunduk kepada segala perintah dari instruksi yang dikeluarkan oleh Pucuk Pimpinan TNI.

(Tribunnews.com/Katarina Retri)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini